BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Belajar merupakan proses multisegi yang biasanya
dianggap sesuatu yang biasa saja oleh individu sampai mereka mengalami
kesulitan saat menghadapi tugas yang kompleks. Tetapi kapasitas belajar adalah
karakteristik yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. Diantara kemampuan
itu adalah mengidentifikasi objek, merancang tujuan, menyusun rencana,
mengorganisasikan sumber daya dan memonitor konsekuensi.
Aktivitas kognitif terkait dengan tiga aspek dari
kecerdasan manusia. Pertama, manusia mampu mempelajari penemuan, penciptaan dan
ide-ide dari pemikir besar dan ilmuwan besar di masa lampau. Kedua, individu
mampu mengembangkan pengetahuan tentang tempat dan kejadian yang belum mereka
alami secara personal melalui pengalaman orang lain. Ketiga, manusia
menyesuaikan lingkungan dengan diri mereka, bukan sekedar beradaptasi dengan
lingkungan. Usaha ini dicapai dengan perencanaan strategi.
Pada bab ini membahas topik yang berkaitan dengan
belajar. Teori dan model yang didiskusikan di bagian ini membahas peran beragam
aspek dari latar sosial pada belajar dan motivasi. Teori kognitif-sosial Albert
Bandura menekankan pada mekanisme primer bahwa seseorang belajar perilaku
kognitif dan afektif melalui pengamatan atas perilaku orang lain dan
konsekuensi sosial dari perilaku itu.
Dalam makalah ini akan dipaparkan prinsip belajar
teori kognitif-sosial, prinsip pembelajaran teori kognitif-sosial dan aplikasi
teori kognitif-sosial. Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber belajar dan
dapat meningkatkan pemahaman pembaca terkait dengan teori kognitif-sosial Albert
Bandura.
1.2
Rumusan Masalah
Dari
latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1)
Bagaimana definisi
prinsip belajar menurut teori belajar kognitif-sosial Albert Bandura?
2)
Apa saja prinsip pembelajaran menurut teori belajar
kognitif-sosial Albert Bandura?
3)
Bagaimana pengaplikasian dalam pendidikan menurut teori belajar kognitif-sosial Albert Bandura?
1.3
Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut.
1)
Untuk mendeskripsikan prinsip belajar menurut teori belajar
kognitif-sosial Albert Bandura.
2)
Untuk mendeskripsikan prinsip pembelajaran menurut teori
belajar kognitif-sosial Albert Bandura.
3)
Untuk mengetahui aplikasi pendidikan menurut teori belajar kognitif-sosial Albert Bandura.
1.4
Manfaat
1)
Bagi pembaca
Dengan adanya
makalah ini diharapkan menjadi sumber belajar mengenai teori kognitif-sosial Albert
Bandura.
2)
Bagi penulis
Dengan makalah
ini dapat menambah pengetahuan penulis tentang teori kognitif-sosial Albert
Bandura.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
PRINSIP BELAJAR
Teori kognitif-sosial Albert Bandura berusaha
menjelaskan belajar dalam latar naturalistik. Berbeda dengan latar
laboratorium, lingkungan sosial memberi banyak kesempatan bagi individu untuk
mendapatkan keterampilan dan kemampuan yang kompleks melalui observasi perilaku
model dan konsekuensi behavioral.
a.
Asumsi Dasar
Asumsi teori kognitif-sosial berkaitan dengan hakikat
proses belajar dan hasil belajar.
b.
Karakteristik Alamiah Proses
Pemelajaran
Definisi pemelajaran observasional dalam teori sosial
kognitif didasarkan kepada kelemahan yang teridentifikasikan dalam pandangan
sebelumnya akan pemelajaran imitatif.
1)
Pandangan Lain tentang
Belajar Imitatif
Secara
umum, behavioris memandang belajar imitatif sebagai asosiasi antara tipe
stimulus tertentu dan sebuah respons. Pemelajar yang meniru, atau mengimitasi,
contoh perilaku akan diperkuat untuk respons yang sesuai dengan model, dan
kelak mengulangi perilaku itu. Satu problem dalam deskripsi ini adalah ia tidak
menjelaskan akuisisi respons baru. Dalam setting natural, pengamat tidak hanya
meniru perilaku yang diamati. Mereka sering meniru bermacam perilaku dan
membuat abstraksi seperangkat perilaku dari tindakan beberapa model. Misalnya, pertemuan
anak dengan banyak model yang menunjukkan perilaku agresif yang berbeda akan
menghasilkan respons baru si anak yang merupakan kombinasi dari elemen yang
diamati (Bandura, Ross & Ross, 1963).
Perspektif
lain berpendapat bahwa hubungan tertentu antara anak dan orang dewasa
memengaruhi bagaimana anak meniru pola tindakan dan pikiran orang dewasa.
Mekanisme yang diusulkan untuk menjelaskan perilaku imitatif ini adalah
identifikasi anak dengan orangtua yang berjenis kelamin sama dengannya,
pengasuhan, rasa takut, dan lain-lain. Akan tetapi, mekanisme ini tidak cukup
untuk menjelaskan banyak perilaku imitatif anak (Bandura, 1969). Misalnya,
belajar perilaku peran jenis kelamin difasilitasi oleh berbagai macam kejadian.
Diantaranya adalah pemilihan warna merah muda dan biru dalam pengasuhan,
pilihan baju dan mainan oleh orangtua, dan penguatan orangtua terhadap
aktivitas yang sesuai dengan gender.
2)
Asumsi tentang Belajar
Seperti
telah dideskripsikan di paragraph sebelumnya, teori sebelumnya mengesampingakan
dua pertimbangan penting dalam penjelasan mereka. Yakni, pemelajar dapat: (a)
mengabstraksi rangkaian informasi dari pengamatan perilaku orang lain, dan (b)
membuat keputusan tentang perilaku untuk diadopsi dan diberlakukan. Asumsi
dasar dari teori kognitif-sosial adalah bahwa observasi dan proses pengambilan
keputusan adalah mekanisme kunci dalam perolehan perilaku prososial dan
antisocial (lihat Tabel 10.1). secara spesifik, “kedar untuk memilih,
mengonstruksi, dan mengevaluasi jalannya tindakan” (Bandura, 2001, h. 3).
TABEL 10.1
Asumsi Teori Belajar Kognitif-Sosial
1.
|
Pemelajar dapat (a) mengabstraksi informasi
dari pengamatan terhadap orang lain, dan (b) membuat keputusan tentang
perilaku yang akan dijalankan.
|
2.
|
Tiga cara relasi yang saling terkait antara
perilaku (B), lingkungan (E) dan kejadian personal internal (P) akan
menjelaskan belajar.
|
3.
|
Belajar adalah akuisisi representasi
simbolik dalam bentuk kode verbal atau visual.
|
c.
Hasil Belajar
Teori lain biasanya menyamakan belajar dan kinerja
atau menerima kinerja sebagai indicator bahwa belajar sudah terjadi.
Sebaliknya, Bandura mencatat bahwa individu mendapatkan kode perilaku internal
yang mungkin, atau tidak mungkin tidak, dilakukan nanti. Dukungan untuk
pendapat ini adalah situasi dimana pengamat tidak mengamati adanya kinerja itu,
tetapi pengamat mampu mendeskripsikan perilaku itu. Selain itu, pengamat
kemudian melakukan perilaku karena adanya perangsang (Bandura, 1965, 1971a).
Karena itu, teori kognitif-sosial memandang belajar
dan kinerja sebagai dua kejadian terpisah. Belajar didefinisikan sebagai
akuisisi representasi simbolis dalam bentuk kode verbal atau visual yang
bertindak sebagai pedoman untuk perilaku di masa depan. Contohnya adalah anak
yang melihat anak yang lebih tua berkelahi di masa perploncoan siswa baru.
Kekaguman dari teman-teman sekelasnya mungkin menyebabkan si pengamat
menyimpulkan bahwa berkelahi dalam situasi tertentu merupakan hal yang dapat
diterima dan mendapat imbalan. Anak kecil mendapatkan perilaku sekaligus
tendensi untuk melakukan perilaku tersebut di waktu yang akan datang.
Ringkasnya, tiga asumsi mendukung teori
kognitif-sosial. Pertama, proses belajar membutuhkan pemrosesan kognitif dan
keterampilan pengambilan keputusan dari si pemelajar. Kedua, belajar adalah
tiga cara relasi yang saling terkait yang terdiri dari lingkungan, faktor
personal, dan perilaku. Ketiga, belajar membuahkan akuisisi kode verbal dan
visual dari perilaku yang mungkin akan dilakukan atau tidak dilakukan di masa
depan.
d.
Komponen Belajar
Dalam latar naturalistik, individu mempelajari
perilaku baru melalui observasi atau model serta akibat dari tindakannya.
Komponen belajar adalah: (a) model behavioral; (b) konsekuensi dari perilaku
yang dicontohkan; (c) proses internal pemelajar; dan (d) keyakinan akan
ketangguhan diri si pemelajar.
e.
Model Kelakuan
Isi utama dalam model kelakuan (behavioral) adalah
macam dan akibatnya, pemodelan dalam media masa dan lingkungan komputer,
karakteristik model, dan karakteristik pengamat.
1)
Macam Model dan Akibat
Potensial
Dalam
definisi fungsional, sebuah model terdiri dari serangkaian stimulus yang
terorganisasi yang dapat diserap pengamat, dan pengamat dapat menjalankannya
berdasarkan pokok informasi. Dua macam model utama adalah model nyata dan model
simbolik. Model nyata antara lain anggota keluarga, kawan, rekan kerja, dan
orang lain yang berhubungan langsung dengan individu. Model simbolik,
sebaliknya, adalah gambaran representasi perilaku. Diantaranya adalah televise
dan film yang menggambarkan lingkungan dan situasi di mana anak, remaja, atau
dewasa tidak berhubungan langsung dengan situasi itu. Fungsi utama dari model
perilaku adalah untuk mentranmisikan informasi kepada pengamat. Fungsi ini
terjadi melalui salah satu dari tiga cara (lihat table 10.2).
TABEL 10.2
Akibat Model
No.
|
Efek
|
Contoh
|
1.
|
Berfungsi sebagai petunjuk untuk meniru
perilaku orang lain.
|
Meniru kejahatan.
|
2.
|
(a) memperkuat atau (b) melemahkan sikap
menahan diri untuk melakukan tindakan tertentu.
|
Siswa mencontek saat ujian: (a) dihukum
atau (b) tidak dihukum.
|
3.
|
Menunjukkan pola perilaku baru.
|
Acara memasak di televisi.
|
2)
Model dalam Media Massa dan
Lingkungan Komputer
Di
dalam masyarakat Amerika kontemporer, pertemuan dengan model kebanyakan melalui
media massa. Model simbolik telah menggantikan peran pengalaman langsung dalam
mempelajari berbagai aspek dunia yang berbeda-beda (Bandura, 1982a, 1986).
Misalnya, pengetahuan seseorang mengenai ruang operasi, pengadilan, penjara,
dan setting lainnya mungkin bersumber dari media massa.
Laporan
pada akhir 1980-an mengindikasikan bahwa anak lebih sering menonton televise
ketimbang melakukan aktivitas lain, kecuali tidur (Berk, 1989; Carpenter,
Huston & Spear, 1989; Huston, & Kunkel, 1989). Satu dekade kemudian,
Kaiser Family Foundation (1999) melaporkan bahwa secara keseluruhan anak usia
antara 2-18 tahun menghabiskan rata-rata 5jam per hari untuk menonton televisi, surfing di web, bermain
video game, atau menggunakan beberapa bentuk media lainnya. Laporan lain
menyatakan bahwa orang dewasa biasanya menghabiskan setidaknya 3 jam per hari
menonton acara televisi (Robinson & Godbey, 1997).
3)
Faktor-faktor yang
Memengaruhi Responsivitas Terhadap Model
Satu
factor penting dalam proses belajar adalah sejauh mana pemelajar memerhatikan
model. Beberapa model, seperti kawan atau rekan yang biasa dijumpai, akan lebih
efektif ketimbang model lain dalam menarik perhatian pemelajar. Teman sebaya,
anak yang lebih tua, dan orang dewasa berperan penting dalam proses sosialisasi
anak kecil.
Ada
tiga karakteristik situasi yang memengaruhi responsivitas terhadap model
(Bandura, 1986, h. 207). Yang satu adalah atribut khusus atau karakteristik
model. Karakteristik model yang penting adalah relevansi dan kredibilitas di
mata pengamat. Faktor kedua yang memengaruhi responsivitas terhadap model
adalah ketidakpastian tentang arah tindakan tertentu. Faktor ketiga adalah
tingkat penguatan intrinsik yang sudah ada di dalam situasi.
4)
Karakteristik Pengamat yang
Relevan
Selain
karakteristik situasional, sifat dari pengamat juga memengaruhi responsivitas
terhadap pengaruh pemodelan (Bandura, 1986). Beberapa riset mengindikasikan,
bahwa orang yang kurang percaya diri dan memiliki penghargaan diri yang rendah
mudah mengadopsi perilaku model yang sukses. Karakteristik ini mungkin sebagian
menjelaskan tendensi remaja dalam meniru gaya rambut atau pakaian, misalnya,
penyanyi rock.
Namun,
ketika pembelajaran secara eksplisit menggunakan pemodelan untuk mengembangkan
kompetensi, mereka yang lebih berbakat dan berjiwa petualang kemungkinan akan
mendapat manfaat terbanyak dari tindakan mengamati model yang ahli (Bandura,
1986, h. 208). Dengan kata lain, seseorang yang memiliki tujuan yang jelas akan
memilih model yang merupakan contoh dari keterampilan yang diminati. Pengamat
ini berbeda dari pengamat yang tidak yakin yang berpaling pada orang lain
karena mereka kurang percaya diri terhadap kemampuan dirinya (h. 208).
f.
Konsekuensi Perilaku
Teori kognitif-sosial mengidentifikasi tiga jenis
konsekuensi yang memengaruhi perilaku. Jenis pertama, konsekuensi yang mewakili
(vicarious reinforcement, seolah-olah dirasakan sendiri oleh pengamat),
diasosiasikan dengan perilaku yang diamati. Jenis kedua, konsekuensi langsung,
adalah hasil langsung yang dimunculkan oleh perilaku imitatif selanjutnya dari
si pengamat.
1)
Penguatan Pengganti
Agar
penguatan pengganti (vicarious reinforcement) ini terjadi: (a) perilaku dari
model harus menghasilkan penguatan untuk perilaku tertentu, dan (b) reaksi
emosional positif harus terbangkitkan pada diri pengamat.
TABEL 10.3
Akibat Utama Konsekuensi Pengganti
Penguatan Pengganti
|
Hukuman Pengganti
|
Menyampaikan informasi tentang perilaku
mana yang tepat dalam latar tertentu.
|
Menyampaikan informasi tentang perilaku
mana yang tidak tepat dalam setting perilaku.
|
Bangkitnya respons emosional terhadap
kesenangan dan kepuasan pada diri pengamat.
|
Cenderung memunculkan pengaruh membatasi
peniruan perilaku model (efek penghalang).
|
Setelah penguatan yang berulang, efek
motivasional-insentif akan muncul; perilaku mendapat nilai fungsional.
|
Cenderung mengurangi nilai status model
karena perilaku fungsional tidak ditransmisikan.
|
2)
Hukuman Pengganti
Seperti
halnya penguatan pengganti, hukuman yang dikenakan pada model cenderung
mempunyai tiga dampak pokok. Pertama, diberikan informasi tentang perilaku yang
mungkin akan dihukum dan karenanya tidak tepat untuk diikuti. Kedua, pengaruh
menahan diri terhadap perbuatan agresi imitatif (efek penghalang). Ketiga,
karena perilaku yang ditransmisikan kepada pengamat tidak sukses, maka status
model kemungkinan akan turun di mata pengamat.
3)
Ketiadaan Hukuman
Antisipasi
akan dikenakannya hukuman biasanya membuat orang menahan diri untuk melakukan
tindakan yang dilarang. Akan tetapi, ketika seseorang tidak dihukum atas
pelanggaran, informasi yang disampaikan kepada pengamat adalah pelanggaran
dapat dibenarkan. Contohnya adalah kelas dimana guru tidak memonitor ujian dan
mengawasi penyontekan. Jika tindakan mencontek tidak dihukum, siswa lain akan
makin terdorong untuk ikut mencotek pada ujian berikutnya. Perilaku ini
mendapat nilai fungsional melalui tidak adanya hukuman.
4)
Penguatan Diri dan langsung
Penguatan
langsung dalam teori kognitif-sosial merupakan penguatan positif yang
diidentifikasi dalam pengkondisian berpenguat. Yakni, perilaku perorangan
menghasilkan perubahan dalam lingkungan sehingga perilaku itu kemungkinan
dilakukan lagi dalam situasi yang sama. Dalam teori kognitif-sosial, penguatan
langsung merujuk pada hasil dari perilaku imitatif pengamat. Hal ini pentingg
jika perilaku imitatif akan dilanjutkan.
5)
Interaksi dengan Konsekuensi
Eksternal
Karakteristik
penting konsekuensi yang dikenakan sendiri adalah bahwa konsekuensi itu sering
berlangsung bersama dengan konsekuensi eksternal (Bandura, 1974). Dua sumber
penguatan itu dapat saling bertentangan atau melengkapi satu sama lain. Ketika
imbalan eksternal tersebut lebih berat dari pengecaman diri, maka imbalan
eksternal tersebut relatif tidak efektif. Contohnya adalah siswa yang berusaha
mendapat nilai A dalam setiap pelajaran. Memperoleh nilai B dalam satu mata
pelajaran, dimana orang lain mendapat C dan D, tidaklah memenuhi standar
individu itu. Memperoleh nilai tertinggi di kelas itu hanya merupakan hiburan
kecil.
Jenis
konflik kedua adalah hukuman eksternal yang diberikan oleh lingkungan untuk
perilaku yang oleh seseorang diberi nilai tinggi. Kaum nonkonformis,
pembangkang, dan martir berada dalam kategori ini. Untuk kelompok martir,
pemahaman mereka tentang harga diri berkaitan erat dengan keyakinan bahwa
mereka lebih baik menderita dan bahkan mati ketimbang menanggalkan nilai yang
mereka anut.
g.
Proses Internal
Pemelajar
Proses kognitif berperan penting dalam
belajar. Kemampuan pemelajar untuk mengodekan dan menyimpan pengalaman fana ke
dalam bentuk simbolik dan untuk mempresentasikan konsekuensi masa depan dalam
pikiran merupakan hal yang penting untuk perolehan dan perubahan prilaku
manusia.
Pemrosesan kognitif terdapat peristiwa dan
kosekuensi potensial menjadi pedoman prilaku pemelajar. Empat komponen proses
bertanggung jawab atas belajar dan kinerja. Keempat komponen itu adalah atensi,
retensi produksi motorik dan proses motivasi (Bandura, 1971a, 1977b).
Proses atensional prilaku baru tidak bisa
diperoleh kecuali pengamatan memerhatikan dan memahaminya secara akurat
(Bandura, 1977b). Namun berapa faktor dapat mempengaruhi perhatian. Termasuk di
dalamnya adalah karakteristik model, karakteristik dan nilai fungsionalprilaku,
dan karakteristik pengamat. Proses retensi proses ini bertanggung jawab atas
pengkodean simbolik prilaku dan menyimpanan kode visual atau verbal dalam
memori. Proses ini penting karena pemelajar tidak dapat mengambil manfaat dari
prilaku yang diamati saat tidak ada model kecuali mereka dikodekan dan disimpan
untuk penggunaan di kemudian hari (Bandura, 1977b).
Reproduksi Motorik dan Proses Motivasional.
Setelah pengamat mendapatkan kode simbolik, kinerja dan prilaku yang dikuasai
akan tergantung pada reproduksi motorik dan proses motivasional pemelajar.
Reproduksi motorik mencangkup pemilihan dan pengorganisaaian respon pada level
kognitif, diikuti dengan pelaksanaan (Bandura, 1978b).
h.
Peran Ketangguhan
Diri
Ketangguhan diri (self- efficacy) adalah keyakinan seseorang tentang kemampuannya
sendiri dan keyakinan ini memotivasi pemelajar dengan cara tertentu. Isu penting
dalam ketangguhan diri adalah karakteristik esensial, sumber keyakinan akan
ketangguhan dan efeknya pada proses psikologis.
Keyakinan akan ketangguhan diri adalah
keyakinan pada kemampuan diri seseorang untuk mengorganisasikan dan
melaksanakan tindakan yang digunakan untuk mendapatkan capaian tertentu.
(bandura, 1997, h, 3). Keyakinan seperti itu berlaku untuk situasi yang mungkin
mengandung elemen baru, tidak bisa diprediksi, atau bahkan mengandung unsur
rekaan.
Sumber keyakinan akan ketangguhan. Ada empat
jenis pengaruh yang berkontribusi pada keyakinan seseorang tentang ketangguhan
dirinya (Bandura, 1986, 1995), yaitu pengalaman penguasaan, pengalaman
pengganti, persuasi sosial serta keadaan emosional dan fisiologis. Bagi
seseorang yang memiliki perasaan tangguh yang kuat, kegagalan yang terjadi
kadang sedikit pengaruhnya. Sebaliknya kegagalan berpengaruh pada seseorang
yang kurang yakin pada kemampuannya sendiri.
Pengalaman untuk penguasaan yang dirancang
untuk memperkuat ketangguhan diri siswa tidak boleh berupa kesuksesan yang
gampang diraih. Mengamati kesuksesan orang lain yang oleh pengamat dianggap
sama dengan dirinya (pengalaman pengganti) juga member konstribusi pada
ketangguhan dirinya. Persuasi verbal, sumber ketiga dari keyakinan ketangguhan,
dapat membantu menghadapi keraguan ringan seseorang. Persuasi dapat membantu
seseorang untuk menghindari fokus pada kekurangan kekurangan dan untuk mengukur
kesuksesan dalam arti peningkatan ketimbangan mengalahkan orang lain. Keadaan
fisiologis dan emosional seperti reaksi sters dan ketegangan dan juga member
imformasi tentang ketangguhan.
Efek Terhadap Proses Psikologis. Keyakinan
akan ketangguhan diri mempengaruhi fungsi manusia secara tidak langsung melalui
empat proses utama, yakni proses kognitif, motivasional, afektif, dan seleksi
(Bandura, 1995)
i.
Hakikat Belajar
Kompleks
Berbeda dengan teori lain, teori kognitif
sosial tidak mendiskripsikan bentuk pemikiran dan/atau prilaku yang
mempresentasikan belajar yang kompleks. Sebaliknya, teori ini mendiskripsikan
faktor- faktor yang penting untuk pencapain kinerja unggul dalam setiap ranah
atau disiplin. Menurut Bandura (1986), faktor esensial dalam mendapatkan
kapabilitas yang kompleks adalah sistem pengaturan diri perorangan.
j.
Sistem Pengaturan
Diri
Belajar Pengaturan Diri adalah “pemikiran,
perasaan dan tindakan yang dimunculkan sendiri yang direncanakan dan
disesuaikan secara siklis untuk mencapai tujuan pribadi” (Zimmerman, 2000, h.
14). Disebut pengaturan diri sebab bergantung pada keyakinan dan motif induvidual,
bukan merupakan cirri tersendiri, kemampuan mental atau tahapan kompetensi.
Tiga sub proses dalam pengaturan diri adalah observasi diri, penilaian diri dan
reaksi diri.
Observasi diri membutuhkan perhatian sadar
pada prilaku seseorang misalnya siswa yang mengamati bahwa prestasi dirinya
kurang ketika belajar dengan kawan mungkin memutuskan untuk lebih banyak
belajar sendiri. Penilaian diri adalah perbandingan kinerja seseorang saat ini
dengan tujuan yang telah ditentukan.
k.
Pengembangan
Sistem Pengaturan Diri
Bandura (1977a, 1978,1986) mengusulkan tiga
cara interaksi antara faktor- faktor personal, prilaku, dan lingkungan.
Perilaku pengaturan diri dari seseorang juga memengaruhi lingkungan. Lingkungan
memberi konstribusi pada perkembangan swamonitor dan keterampilan evaluatif.
Interaksi tiga arah factor-faktor personal, lingkungan dan perilaku juga dapat
menimbulkan lepasnya kapabilitas evaluasi diri. Hasilnya adalah perkembangan
dan dilakukannya tindakan yang tercela serta aktivitas yang tidak berprikemanusiaan.
Dalam analisis kognitif-sosial, tindakan itu dilakukan melalui proses yang
memisahkan perilaku dari evaluasi diri. Sejak berkembangnya teori
kognitif-sosial, ada pihak lain yang mengusulkan proses tambahan yang terlibat
dalam belajar yang diregulasi sendiri dan mengembangkan model pengembangan
diri. Contohnya adalah proses kemauan pemelajar yang menyebabkan tetap di jalur
belajar, terutama ketika ada hal lebih menarik untuk dilakukan.
Model belajar yang diatur sendiri yang lebih
luas mendeskripsikan dua prioritas siswa yang berbeda di kelas. Yang pertama
adalah untuk mencapai pertumbuhan yang melibatkan pendalaman pengetahuan atau
memperkaya keterampilan kognitif dan sosial. Yang kedua adalah menjaga
kesejahteraan emosional seperti berusaha untuk tampak cerdas dan menghindari
bahaya. Menurut model ini proses pertumbuhan adalah dari proses top-down, dan
dipandu oleh tujuan seseorang.sebaliknya pengaturan diri mungkin merespons
isyarat di lingkungan dan bersifat bottom-up. Misalnya kejenuhan, perasaan
terpaksa, atau tidak aman mungkin menimbulkan tujuan untuk mendapatkan
kenyamanan, seperti mencari hiburan, determinasi diri atau tujuan keamanan.
2.2 PRINSIP
PEMBELAJARAN
Teori pembelajaran masih belum
diturunkan dari teori kognitif sosial. Namun, prinsip teori ini berpengaruh
besar terhadap isu kelas. Teori ini telah diimplementasikan secara sukses dalam
akuisisi keterampilan motorik maupun kognitif. Aplikasi awal terhadap
keterampilan kognitif mencangkup kaidah linguistik pembentukkan konsep, dan
pemecahan masalah.
a.
Asumsi
Belajar
Tiga asumsi dasar yang mendukung prinsip sosial/kognitif yang
dapat diterapkan untuk pembelajaran di kelas, adalah (a) proses kognitif
pemelajar dan pengambilan keputusan adalah faktor penting dalam belajar; (b)
tiga cara interaksi antara lingkungan, faktor personal, dan perilaku adalah
bertanggung jawab atas belajar; dan (c) hasil dari belajar adalah kode perilaku
verbal dan visual.
b.
Komponen
Pembelajaran
Dalam teori kognitif-sosial,
komponen esensial dari belajar adalah model kelakuan, penguatan pada model, dan
pemprosesan kognitif pemelajar terhadap pemodelan perilaku. Oleh karena itu,
komponen pembelajarannya adalah: (a) mengidentifikasi model yang patut di kelas; (b) menentukan nilai
fungsional dari perilaku; dan (c) memandu pemrosesan internal pemelajar, yang
mencakup membantu pelajar memahami ketangguhan dirinya.
c.
Mengidentifikasi
Model yang Patut
Di kelas, baik guru maupun siswa
dapat berfungsi sebagai model hidup untuk berbagai macam perilaku akademik
maupun perilaku sosial. Untuk remaja, pengaruh model contoh teman sebaya sering
besar. Namun, guru bertanggung jawab atas kelas dan berperan penting sebagai
model tanggung jawab, integritas, ketulusan dan perhatian pada kebaikan
seseorang maupun kolektif (Brophy & Putnam, 1979, h. 196). Pemilihan model
hidup atau simbolik sering tergantung pada pertimbangan praktis. Untuk
keterampilan motoric dan kognitif, keunggulan model hidup adalah: (a)
demontrasi fisik perilaku di depan siswa, dan (b) kesempatan siswa untuk bertanya.
Pemilihan model harus dilaksanakan dengan hati-hati jika menggunakan model yang
berpengaruh. Karena anak mencari tanggapan dari otoritas yang mengasuh,
sifat-sifat ekspresif, dan sosok model dapat mengalihkan perhatian anak dari
perilaku yang dijadikan model. Masalah potensial ini dapat diatasi dengan
menggunakan petunjuk verbal yang berfokus pada perilaku yang relevan dan
menampilkan reaksi ekspresif minimal selama berlangsungnya pemodelan.
d.
Menciptakan
Nilai Fungsional Perilaku
Menurut teori kognitif-sosial,
seseorang memerhatikan kejadian di lingkungan yang memprediksikan penguatan
(Bandura, 1977b, h. 85). Mereka cenderung mengabaikan kejadian yang tidak
mengandung kemungkinan penguatan. Karena itu Bandura (1977b) merekomendasikan
agar pembelajaran harus diarahkan untuk menciptakan ekspektasi hasil positif. Ada
dua peringantan yang harus diperhatikan dalam penggunaan penguatan. Pertama,
penguatan pengganti berbeda dari penguatan implisit. Perilaku contoh yang
dipuji seseorang dan diabaikan oleh orang lain mungkin bagi guru dapat
mengandung arti penguatan untuk semua siswa yang berperilaku baik. bagi
seseorang yang berperilaku sedikit kurang baik, konsekuaensi langsung atas
perilaku mereka (yakni tidak ada penguatan) mungkin ditafsirkan sebagai hukuman.
Peringatan kedua adalah bahwa penguatan, seperti halnya kecantikan, merupakan
sesuatu yang tergantung kepada yang melihatnya. Pujian yang sama, saat
diberikan pada dua orang yang berbeda, dapat menimbulkan efek yang berbeda
pula. Demikian pula, penghilangan hukuman akan memberikan kesan pembolehan.
Pembatasan perilaku akan berkurang, dan perilaku yang sebelumnya dilarang akan
dilakukan lebih bebas (Bandura, 1971a). karena itu, aturan yang tegas di kelas
harus ditegakkan saat pelanggaran terjadi.
e.
Membimbing
Proses Internal Pemelajar
Aktivitas pembelajaran yang
direkomendasikan cukup bervariasi, tergantung pada jenis keterampilan yang akan
dipelajari. Dibutuhkan penekanan yang berbeda untuk keterampilan kognitif dan motorik.
Namun untuk kedua keterampilan itu, pembelajaran untuk memberikan kesempatan:
(a) mengodekan perilaku yang diamati ke dalam citra visual atau simbol kata,
dan (b) secara mental mengulangi
perilaku yang dicontohkan.
1) Keterampilan
Motorik
Kinerja
keterampilan motorik yang sukses seperti pada golf, main ski, dan tenis
tergantung pada monitoring internal atas tanggapan kisnetik individual.
Strategi yang dianjurkan adalah: (a) presentasi model yang direkam video; (b)
kesempatan untuk mengembangkan representasi konseptual; dan (c) berlatih dengan
umpan balik visual melalui monitor (Carroll & Bandura, 1982).
Yang terutama
penting adalah bahwa gladi atau latihan mental oleh pemelajar harus mendahului
pelaksanaan fisik dari keterampilan itu (Jeffrey, 1976). Gladi mental ini
berfungsi sebagai pengorganisasian untuk kinerja selanjutnya. Juga, penekanan
pada kinerja motorik terlalu dini dapat membahayakan retensi pada saat kode
memori masih belum stabil. Observasi diri yang ditunda setelah pemodelan juga
berguna untuk keterampilan sosial dan komunikasi.
2) Perilaku
Konseptual
Studi-studi
awal mengindikasikan anak dapat menyimpulkan berlakunya kaedah dar model ketika
diintruksikan untuk menemukan keajegan dalam berbagai situasi yang
dipresentasikan (prosenthal dan simmerman,
1978; simmerman dan prosenthal; 1974).
3) Memfasilitasi
Ketangguhan Pemelajar
Hal penting
bagi anak yang inpulsif adalah melatih kontrol diri saat menghadapi tugas yang
meragukan atau tugas baru. Rencana yang dikembangkan oleh Meichenbaum dan
Goodman (1971) untuk mengajar anak inpulsif mengelola prilaku mereka sendiri
adalah dengan menggunakan pemodelan yang dikombinasikan dengan pembelajaran
diri yang diverbalisasikan.
Seorang dewasa
pertama-tama akan berbicara dengan diri sendiri untuk memonitor 3 aspek belajar
yang dilakukan sendiri. Ketiga aspek tersebut adalah (a) definisi masalah (“
apa yang harus saya kerjakan?”); (b) pembelajaran diri yang terfokus pada tugas
(“berhenti dulu dan ulangi pelajarannya”); dan (c) penguatan diri dan evaluasi
diri (“bagus, pekerjaan saya baik”). (Meichenbaum dan Goodman, 1971).
4) Peran
Ketangguhan Diri Guru
Ketangguhan
diri guru adalah keyakinan guru akan kemampuannya untuk memengaruhi kinerja
siswa (McLaughlin & Marsh, 1978,h 84). Secara spesifik, ketangguhan diri
guru adalah “penilaian guru tentang kemampuannya sendiri untuk memunculkan
hasil kegiatan dan belajar siswa yang diinginkan, bahkan diantara siswa yang
mungkin tampak mengalami kesulitan atau tidak termotivasi” (Tschannen-Moran
& Woolfolkhoy, 2001, h. 783).
Salah satu
model ketangguhan guru menyatakan bahwa ketangguhan terdiri dari 2 keputusan
simultan. Yang pertama menganalisis tugas guru, yang mencangkup beragam faktor
yang memberi kontribusi pada kesulitan tugas yang didasarkan pada sumber daya
yang tersedia untuk memfasilitasi belajar; yang kedua adalah konsepsi guru
tentang kompetensi pengajarannya (Tschannen-Moran, et al., 1998, h.228).
Ketangguhan
guru tidak berfungsi dalam isolasi. Bandura (2000) mencatat bahwa ketangguhan
diri berperan penting dalam perkembangan kognitif dan prestasi melalui tiga
jalur. Yaitu: (a) keyakinan siswa pada ketangguhan mereka untuk mengatur aktivitas belajar dan
menguasai subjek akademik; (b) keyakinan guru pada ketangguhan personal mereka
untuk memotivasi dan mempromosikan belajar siswa mereka; dan (c) pemahaman
ketangguhan kolektif pihak sekolah bahwa sekolah mereka dapat mencapai kemajuan
akademik yang signifikan (h.4).
f.
Mendesain
Pembelajaran untuk Keterampilan yang Kompleks
Teori kognitif-sosial membahas
belajar keterampilan kompleks dalam tiga cara. Aplikasi pertama adalah
mencontohkan dan mengajarkan strategi yang efektif untuk sukses dalam tugas
yang kompleks. Aplikasi kedua adalah strategi permodelan untuk mengarahkan dan
memonitor belajar sendiri. Aplikasi ketiga dari teori kognitif sosial dalam
mengembangkan keterampilan yang kompleks mencakup dua pendekatan umum yakni a
mempromosikan keterampilan dan strategi pengaturan diri yang baru, dan b
mendorong dan mendukung pengaturan diri ketika ia muncul dikelas (Boekerts
& Corno, 2005).
Dalam bidang penulisan, riset
mengindikasikan bahwa guru harus (a) membuat kegiatan menulis sebagai sesuatu
yang nyaman dan menarik, (b) memberi kesempatan pada siswa untuk memulai
mengatur usahanya sendiri, (c) menggunakan tugas menulis yang membutuhkan
pengaturan diri (tetapi bukan menceritakan pengelaman personal), dan (d)
memberi contoh pengaturan diri, memberi bantuan strategi kepada siswa saat
mereka menulis (Graham & Harris, 1994, h. 223).
2.3 APLIKASI PENDIDIKAN
Teori kognitif-sosial memiliki dua implikasi utama
untuk pendidikan. Pertama pemodelan yang merupakan sumber utama informasi bagi
pemelajar. Kedua pentingnya pemahaman ketangguhan dan keterampilan pengaturan
diri pribadi untuk menjadi pemelajar yang berhasil.
a.
Isu-isu Kelas
Teori kognitif sosial membahas beberapa isu yang
berkaitan dengan latar kelas. Teori ini juga membahas beberapa karakteristik
pemelajar dan aspek dari latar social untuk pemelajar.
b.
Karakteristik Pemelajar
Perbedaan individual, kesiapan, dan mativasi untuk
belajar merupakan karakteristik siswa yang berinteraksi dengan pembelajaran.
1.
Perbedaan individual
Masing-masing pemelajar memiliki kemampuan yang berbeda dalam
mengabstraksi, mengodekan, mengingat, dan menjalankan perilaku yang mereka
saksikan.Contohnya, perilaku yang diamati dengan penuh perhatian oleh pecinta
alam, akan dianggap membosankan dan tidak menarik bagi pihak lain.
2.
Kesiapan
Tingkat perkembangan
pemelajar dan reseptivitas terhadap model tertentu merupakan dua factor utama
yang menentukan kemampuan individual untuk belajar observasional.
3.
Motivasi
Meskipun beberapa aktivitas
dilakukan pada awalnya untuk penguatan langsung, sumber utama dari motivasi
adalah berbasis kognitif (Bandura, 1977b, h. 161). Ada dua tipe motivasi
kognitif. Pertama adalah representasi kognitif dari konsekuensi masa depan
untuk perilaku tertentu. Keduan dapat dinamakan motivasi diri karena ia
melibatkan pedoman standar untuk mekanisme evaluasi diri pembelajaran
c.
Proses Kognitif dan
Pembelajaran
Transfer belajar, mengembangkan keterampilan seseorang
bagaimana belajar, dan mengajarkan pemecahan masalah merupakan isu-isu kognitif
yang penting bagi pendidikan.
d.
Transfer Belajar
Konsep transfer telah diteliti dalam konteks
kognitif-sosial dalam dua cara. Pertama adalah penyelidikan tentang perlakuan
yang berbeda atas pasien yang mengidap fobia. Pengalaman penguasaan yang
diarahkan sendiri ternyata lebih efektif dalam menghasilkan transfer ke situasi
ancaman umum ketimbang berpartisipasi dalam pemodelan saja (Bandura, 1976;
Bandura, Adams & Beyer, 1977).
e.
Implikasi untuk Penilaian
Teori kognitif-sosial memperkenalkan dua konsep yang
mengacu pada karakteristik pribadi pemelajar dan yang berpengaruh untuk
belajar. Keduanya adalah pengaturan diri dan ketangguhan diri.
Pengaturan diri dalam belajar dapat dinilai melalui
beberapa cara (Boekaerts & Corno, 2005). Di antaranya adalah survei laporan
diri, protokol berpikir dan berbicara keras-keras, wawancara tidak terstruktur,
wawancara terstruktur, catatan harian siswa, dan observasi dialog kelas.
f.
Konteks Sosial untuk Belajar
Teori kognitif-sosial membahas isu belajar dalam latar
naturalistik. Observasi berbagai model seperti televisi, anggota keluarga,
teman, dan penguatan yang diberikan ke kawan dan orang lain sangat mempengaruhi
belajar. Secara khusus teori kognitif-sosial mengingatkan bahwa belajar dalam
masyarakat yang berorientasi media adalah mlampaui belajar di kelas melalui
cara yang halus dan meresap.
g.
Kaitan dengan Perspektif
Lain
Teori
kognitif sosial mengasumsikan bahwa yang dimaksud pembelajaran adalah guru yang
mengelola dan mengarahkan dan siswa perorangan merupakan sasaran belajar. Jadi,
ia berbeda dari perspektif konstruktivis dimana yang primer adalah komunitas
pemelajar.
h.
Mengembangkan Strategi Kelas
Belajar observasional mencakup analisis cermat atas perilaku
yang akan dicontohkan dan pemrosesan yang merupakan syarat belajar. Hal-hal
yang harus dilakukan, yakni:
·
Langkah 1: menganalisis perilaku yang akan dijadikan model.
·
Langkah 2: menetapkan nilai fungsional dari perilaku dan
memilih model perilaku.
·
Mengembangkan urutan pembelajaran.
·
Mengimplemintasikan pembelajaran untuk memandu proses
reproduksi motorik dan kognitif pemelajar.
Hal
ini meliputi keterampilan motorik dan perilaku konsepsual.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
1)
Belajar didefinisikan sebagai akuisisi representasi simbolis
dalam bentuk kode verbal atau visual yang bertindak sebagai pedoman untuk
perilaku di masa depan.
2)
Prinsip pembelajaran teori kognitif-sosial Albert Bandura
telah diimplementasikan secara sukses dalam akuisisi keterampilan motorik
maupun kognitif.
3)
Aplikasi teori belajar kognitif-sosial Albert Bandura memiliki
dua implikasi utama untuk pendidikan, yakni pemodelan yang merupakan sumber
utama informasi bagi pemelajar. Kedua pentingnya pemahaman ketangguhan dan
keterampilan pengaturan diri pribadi untuk menjadi pemelajar yang berhasil.
3.2
Saran
Setelah membaca makalah ini
diharapkan kita mengetahui tentang teori belajar kognitif-sosial Albert Bandura
agar nantinya sebagai calon guru dapat menerapkan teori belajar yang tepat
dalam proses pembelajaran di Sekolah Dasar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar