Selasa, 07 Januari 2014

Prinsip belajar menurut teori belajar kognitif-sosial Albert Bandura



 BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Belajar merupakan proses multisegi yang biasanya dianggap sesuatu yang biasa saja oleh individu sampai mereka mengalami kesulitan saat menghadapi tugas yang kompleks. Tetapi kapasitas belajar adalah karakteristik yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. Diantara kemampuan itu adalah mengidentifikasi objek, merancang tujuan, menyusun rencana, mengorganisasikan sumber daya dan memonitor konsekuensi.
Aktivitas kognitif terkait dengan tiga aspek dari kecerdasan manusia. Pertama, manusia mampu mempelajari penemuan, penciptaan dan ide-ide dari pemikir besar dan ilmuwan besar di masa lampau. Kedua, individu mampu mengembangkan pengetahuan tentang tempat dan kejadian yang belum mereka alami secara personal melalui pengalaman orang lain. Ketiga, manusia menyesuaikan lingkungan dengan diri mereka, bukan sekedar beradaptasi dengan lingkungan. Usaha ini dicapai dengan perencanaan strategi.
Pada bab ini membahas topik yang berkaitan dengan belajar. Teori dan model yang didiskusikan di bagian ini membahas peran beragam aspek dari latar sosial pada belajar dan motivasi. Teori kognitif-sosial Albert Bandura menekankan pada mekanisme primer bahwa seseorang belajar perilaku kognitif dan afektif melalui pengamatan atas perilaku orang lain dan konsekuensi sosial dari perilaku itu.
Dalam makalah ini akan dipaparkan prinsip belajar teori kognitif-sosial, prinsip pembelajaran teori kognitif-sosial dan aplikasi teori kognitif-sosial. Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber belajar dan dapat meningkatkan pemahaman pembaca terkait dengan teori kognitif-sosial Albert Bandura.

1.2         Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1)   Bagaimana definisi  prinsip belajar menurut teori belajar kognitif-sosial Albert Bandura?
2)   Apa saja prinsip pembelajaran menurut teori belajar kognitif-sosial Albert Bandura?
3)   Bagaimana pengaplikasian dalam pendidikan menurut  teori belajar kognitif-sosial Albert Bandura?
1.3         Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1)    Untuk mendeskripsikan prinsip belajar menurut teori belajar kognitif-sosial Albert Bandura.
2)    Untuk mendeskripsikan prinsip pembelajaran menurut teori belajar kognitif-sosial Albert Bandura.
3)    Untuk mengetahui aplikasi pendidikan menurut  teori belajar kognitif-sosial Albert Bandura.

1.4         Manfaat
1)      Bagi pembaca
Dengan adanya makalah ini diharapkan menjadi sumber belajar mengenai teori kognitif-sosial Albert Bandura.
2)      Bagi penulis
Dengan makalah ini dapat menambah pengetahuan penulis tentang teori kognitif-sosial Albert Bandura.










BAB II
PEMBAHASAN

2.1         PRINSIP BELAJAR
Teori kognitif-sosial Albert Bandura berusaha menjelaskan belajar dalam latar naturalistik. Berbeda dengan latar laboratorium, lingkungan sosial memberi banyak kesempatan bagi individu untuk mendapatkan keterampilan dan kemampuan yang kompleks melalui observasi perilaku model dan konsekuensi behavioral.
a.             Asumsi Dasar
Asumsi teori kognitif-sosial berkaitan dengan hakikat proses belajar dan hasil belajar.
b.             Karakteristik Alamiah Proses Pemelajaran
Definisi pemelajaran observasional dalam teori sosial kognitif didasarkan kepada kelemahan yang teridentifikasikan dalam pandangan sebelumnya akan pemelajaran imitatif.
1)        Pandangan Lain tentang Belajar Imitatif
Secara umum, behavioris memandang belajar imitatif sebagai asosiasi antara tipe stimulus tertentu dan sebuah respons. Pemelajar yang meniru, atau mengimitasi, contoh perilaku akan diperkuat untuk respons yang sesuai dengan model, dan kelak mengulangi perilaku itu. Satu problem dalam deskripsi ini adalah ia tidak menjelaskan akuisisi respons baru. Dalam setting natural, pengamat tidak hanya meniru perilaku yang diamati. Mereka sering meniru bermacam perilaku dan membuat abstraksi seperangkat perilaku dari tindakan beberapa model. Misalnya, pertemuan anak dengan banyak model yang menunjukkan perilaku agresif yang berbeda akan menghasilkan respons baru si anak yang merupakan kombinasi dari elemen yang diamati (Bandura, Ross & Ross, 1963).
Perspektif lain berpendapat bahwa hubungan tertentu antara anak dan orang dewasa memengaruhi bagaimana anak meniru pola tindakan dan pikiran orang dewasa. Mekanisme yang diusulkan untuk menjelaskan perilaku imitatif ini adalah identifikasi anak dengan orangtua yang berjenis kelamin sama dengannya, pengasuhan, rasa takut, dan lain-lain. Akan tetapi, mekanisme ini tidak cukup untuk menjelaskan banyak perilaku imitatif anak (Bandura, 1969). Misalnya, belajar perilaku peran jenis kelamin difasilitasi oleh berbagai macam kejadian. Diantaranya adalah pemilihan warna merah muda dan biru dalam pengasuhan, pilihan baju dan mainan oleh orangtua, dan penguatan orangtua terhadap aktivitas yang sesuai dengan gender.
2)        Asumsi tentang Belajar
Seperti telah dideskripsikan di paragraph sebelumnya, teori sebelumnya mengesampingakan dua pertimbangan penting dalam penjelasan mereka. Yakni, pemelajar dapat: (a) mengabstraksi rangkaian informasi dari pengamatan perilaku orang lain, dan (b) membuat keputusan tentang perilaku untuk diadopsi dan diberlakukan. Asumsi dasar dari teori kognitif-sosial adalah bahwa observasi dan proses pengambilan keputusan adalah mekanisme kunci dalam perolehan perilaku prososial dan antisocial (lihat Tabel 10.1). secara spesifik, “kedar untuk memilih, mengonstruksi, dan mengevaluasi jalannya tindakan” (Bandura, 2001, h. 3).
TABEL 10.1
Asumsi Teori Belajar Kognitif-Sosial
1.
Pemelajar dapat (a) mengabstraksi informasi dari pengamatan terhadap orang lain, dan (b) membuat keputusan tentang perilaku yang akan dijalankan.
2.
Tiga cara relasi yang saling terkait antara perilaku (B), lingkungan (E) dan kejadian personal internal (P) akan menjelaskan belajar.
3.
Belajar adalah akuisisi representasi simbolik dalam bentuk kode verbal atau visual.

c.              Hasil Belajar
Teori lain biasanya menyamakan belajar dan kinerja atau menerima kinerja sebagai indicator bahwa belajar sudah terjadi. Sebaliknya, Bandura mencatat bahwa individu mendapatkan kode perilaku internal yang mungkin, atau tidak mungkin tidak, dilakukan nanti. Dukungan untuk pendapat ini adalah situasi dimana pengamat tidak mengamati adanya kinerja itu, tetapi pengamat mampu mendeskripsikan perilaku itu. Selain itu, pengamat kemudian melakukan perilaku karena adanya perangsang (Bandura, 1965, 1971a).
Karena itu, teori kognitif-sosial memandang belajar dan kinerja sebagai dua kejadian terpisah. Belajar didefinisikan sebagai akuisisi representasi simbolis dalam bentuk kode verbal atau visual yang bertindak sebagai pedoman untuk perilaku di masa depan. Contohnya adalah anak yang melihat anak yang lebih tua berkelahi di masa perploncoan siswa baru. Kekaguman dari teman-teman sekelasnya mungkin menyebabkan si pengamat menyimpulkan bahwa berkelahi dalam situasi tertentu merupakan hal yang dapat diterima dan mendapat imbalan. Anak kecil mendapatkan perilaku sekaligus tendensi untuk melakukan perilaku tersebut di waktu yang akan datang.
Ringkasnya, tiga asumsi mendukung teori kognitif-sosial. Pertama, proses belajar membutuhkan pemrosesan kognitif dan keterampilan pengambilan keputusan dari si pemelajar. Kedua, belajar adalah tiga cara relasi yang saling terkait yang terdiri dari lingkungan, faktor personal, dan perilaku. Ketiga, belajar membuahkan akuisisi kode verbal dan visual dari perilaku yang mungkin akan dilakukan atau tidak dilakukan di masa depan.
d.             Komponen Belajar
Dalam latar naturalistik, individu mempelajari perilaku baru melalui observasi atau model serta akibat dari tindakannya. Komponen belajar adalah: (a) model behavioral; (b) konsekuensi dari perilaku yang dicontohkan; (c) proses internal pemelajar; dan (d) keyakinan akan ketangguhan diri si pemelajar.
e.              Model Kelakuan
Isi utama dalam model kelakuan (behavioral) adalah macam dan akibatnya, pemodelan dalam media masa dan lingkungan komputer, karakteristik model, dan karakteristik pengamat.
1)        Macam Model dan Akibat Potensial
Dalam definisi fungsional, sebuah model terdiri dari serangkaian stimulus yang terorganisasi yang dapat diserap pengamat, dan pengamat dapat menjalankannya berdasarkan pokok informasi. Dua macam model utama adalah model nyata dan model simbolik. Model nyata antara lain anggota keluarga, kawan, rekan kerja, dan orang lain yang berhubungan langsung dengan individu. Model simbolik, sebaliknya, adalah gambaran representasi perilaku. Diantaranya adalah televise dan film yang menggambarkan lingkungan dan situasi di mana anak, remaja, atau dewasa tidak berhubungan langsung dengan situasi itu. Fungsi utama dari model perilaku adalah untuk mentranmisikan informasi kepada pengamat. Fungsi ini terjadi melalui salah satu dari tiga cara (lihat table 10.2).
TABEL 10.2
Akibat Model
No.
Efek
Contoh
1.
Berfungsi sebagai petunjuk untuk meniru perilaku orang lain.
Meniru kejahatan.
2.
(a) memperkuat atau (b) melemahkan sikap menahan diri untuk melakukan tindakan tertentu.
Siswa mencontek saat ujian: (a) dihukum atau (b) tidak dihukum.
3.
Menunjukkan pola perilaku baru.
Acara memasak di televisi.

2)        Model dalam Media Massa dan Lingkungan Komputer
Di dalam masyarakat Amerika kontemporer, pertemuan dengan model kebanyakan melalui media massa. Model simbolik telah menggantikan peran pengalaman langsung dalam mempelajari berbagai aspek dunia yang berbeda-beda (Bandura, 1982a, 1986). Misalnya, pengetahuan seseorang mengenai ruang operasi, pengadilan, penjara, dan setting lainnya mungkin bersumber dari media massa.
Laporan pada akhir 1980-an mengindikasikan bahwa anak lebih sering menonton televise ketimbang melakukan aktivitas lain, kecuali tidur (Berk, 1989; Carpenter, Huston & Spear, 1989; Huston, & Kunkel, 1989). Satu dekade kemudian, Kaiser Family Foundation (1999) melaporkan bahwa secara keseluruhan anak usia antara 2-18 tahun menghabiskan rata-rata 5jam per hari untuk menonton televisi, surfing di web, bermain video game, atau menggunakan beberapa bentuk media lainnya. Laporan lain menyatakan bahwa orang dewasa biasanya menghabiskan setidaknya 3 jam per hari menonton acara televisi (Robinson & Godbey, 1997).
3)        Faktor-faktor yang Memengaruhi Responsivitas Terhadap Model
Satu factor penting dalam proses belajar adalah sejauh mana pemelajar memerhatikan model. Beberapa model, seperti kawan atau rekan yang biasa dijumpai, akan lebih efektif ketimbang model lain dalam menarik perhatian pemelajar. Teman sebaya, anak yang lebih tua, dan orang dewasa berperan penting dalam proses sosialisasi anak kecil.
Ada tiga karakteristik situasi yang memengaruhi responsivitas terhadap model (Bandura, 1986, h. 207). Yang satu adalah atribut khusus atau karakteristik model. Karakteristik model yang penting adalah relevansi dan kredibilitas di mata pengamat. Faktor kedua yang memengaruhi responsivitas terhadap model adalah ketidakpastian tentang arah tindakan tertentu. Faktor ketiga adalah tingkat penguatan intrinsik yang sudah ada di dalam situasi.
4)        Karakteristik Pengamat yang Relevan
Selain karakteristik situasional, sifat dari pengamat juga memengaruhi responsivitas terhadap pengaruh pemodelan (Bandura, 1986). Beberapa riset mengindikasikan, bahwa orang yang kurang percaya diri dan memiliki penghargaan diri yang rendah mudah mengadopsi perilaku model yang sukses. Karakteristik ini mungkin sebagian menjelaskan tendensi remaja dalam meniru gaya rambut atau pakaian, misalnya, penyanyi rock.
Namun, ketika pembelajaran secara eksplisit menggunakan pemodelan untuk mengembangkan kompetensi, mereka yang lebih berbakat dan berjiwa petualang kemungkinan akan mendapat manfaat terbanyak dari tindakan mengamati model yang ahli (Bandura, 1986, h. 208). Dengan kata lain, seseorang yang memiliki tujuan yang jelas akan memilih model yang merupakan contoh dari keterampilan yang diminati. Pengamat ini berbeda dari pengamat yang tidak yakin yang berpaling pada orang lain karena mereka kurang percaya diri terhadap kemampuan dirinya (h. 208).
f.              Konsekuensi Perilaku
Teori kognitif-sosial mengidentifikasi tiga jenis konsekuensi yang memengaruhi perilaku. Jenis pertama, konsekuensi yang mewakili (vicarious reinforcement, seolah-olah dirasakan sendiri oleh pengamat), diasosiasikan dengan perilaku yang diamati. Jenis kedua, konsekuensi langsung, adalah hasil langsung yang dimunculkan oleh perilaku imitatif selanjutnya dari si pengamat.


1)        Penguatan Pengganti
Agar penguatan pengganti (vicarious reinforcement) ini terjadi: (a) perilaku dari model harus menghasilkan penguatan untuk perilaku tertentu, dan (b) reaksi emosional positif harus terbangkitkan pada diri pengamat.
TABEL 10.3
Akibat Utama Konsekuensi Pengganti
Penguatan Pengganti
Hukuman Pengganti
Menyampaikan informasi tentang perilaku mana yang tepat dalam latar tertentu.
Menyampaikan informasi tentang perilaku mana yang tidak tepat dalam setting perilaku.
Bangkitnya respons emosional terhadap kesenangan dan kepuasan pada diri pengamat.
Cenderung memunculkan pengaruh membatasi peniruan perilaku model (efek penghalang).
Setelah penguatan yang berulang, efek motivasional-insentif akan muncul; perilaku mendapat nilai fungsional.
Cenderung mengurangi nilai status model karena perilaku fungsional tidak ditransmisikan.
2)        Hukuman Pengganti
Seperti halnya penguatan pengganti, hukuman yang dikenakan pada model cenderung mempunyai tiga dampak pokok. Pertama, diberikan informasi tentang perilaku yang mungkin akan dihukum dan karenanya tidak tepat untuk diikuti. Kedua, pengaruh menahan diri terhadap perbuatan agresi imitatif (efek penghalang). Ketiga, karena perilaku yang ditransmisikan kepada pengamat tidak sukses, maka status model kemungkinan akan turun di mata pengamat.
3)        Ketiadaan Hukuman
Antisipasi akan dikenakannya hukuman biasanya membuat orang menahan diri untuk melakukan tindakan yang dilarang. Akan tetapi, ketika seseorang tidak dihukum atas pelanggaran, informasi yang disampaikan kepada pengamat adalah pelanggaran dapat dibenarkan. Contohnya adalah kelas dimana guru tidak memonitor ujian dan mengawasi penyontekan. Jika tindakan mencontek tidak dihukum, siswa lain akan makin terdorong untuk ikut mencotek pada ujian berikutnya. Perilaku ini mendapat nilai fungsional melalui tidak adanya hukuman.
4)        Penguatan Diri dan langsung
Penguatan langsung dalam teori kognitif-sosial merupakan penguatan positif yang diidentifikasi dalam pengkondisian berpenguat. Yakni, perilaku perorangan menghasilkan perubahan dalam lingkungan sehingga perilaku itu kemungkinan dilakukan lagi dalam situasi yang sama. Dalam teori kognitif-sosial, penguatan langsung merujuk pada hasil dari perilaku imitatif pengamat. Hal ini pentingg jika perilaku imitatif akan dilanjutkan.
5)        Interaksi dengan Konsekuensi Eksternal
Karakteristik penting konsekuensi yang dikenakan sendiri adalah bahwa konsekuensi itu sering berlangsung bersama dengan konsekuensi eksternal (Bandura, 1974). Dua sumber penguatan itu dapat saling bertentangan atau melengkapi satu sama lain. Ketika imbalan eksternal tersebut lebih berat dari pengecaman diri, maka imbalan eksternal tersebut relatif tidak efektif. Contohnya adalah siswa yang berusaha mendapat nilai A dalam setiap pelajaran. Memperoleh nilai B dalam satu mata pelajaran, dimana orang lain mendapat C dan D, tidaklah memenuhi standar individu itu. Memperoleh nilai tertinggi di kelas itu hanya merupakan hiburan kecil.
Jenis konflik kedua adalah hukuman eksternal yang diberikan oleh lingkungan untuk perilaku yang oleh seseorang diberi nilai tinggi. Kaum nonkonformis, pembangkang, dan martir berada dalam kategori ini. Untuk kelompok martir, pemahaman mereka tentang harga diri berkaitan erat dengan keyakinan bahwa mereka lebih baik menderita dan bahkan mati ketimbang menanggalkan nilai yang mereka anut.
g.             Proses Internal Pemelajar
Proses kognitif berperan penting dalam belajar. Kemampuan pemelajar untuk mengodekan dan menyimpan pengalaman fana ke dalam bentuk simbolik dan untuk mempresentasikan konsekuensi masa depan dalam pikiran merupakan hal yang penting untuk perolehan dan perubahan prilaku manusia.
Pemrosesan kognitif terdapat peristiwa dan kosekuensi potensial menjadi pedoman prilaku pemelajar. Empat komponen proses bertanggung jawab atas belajar dan kinerja. Keempat komponen itu adalah atensi, retensi produksi motorik dan proses motivasi (Bandura, 1971a, 1977b). 
Proses atensional prilaku baru tidak bisa diperoleh kecuali pengamatan memerhatikan dan memahaminya secara akurat (Bandura, 1977b). Namun berapa faktor dapat mempengaruhi perhatian. Termasuk di dalamnya adalah karakteristik model, karakteristik dan nilai fungsionalprilaku, dan karakteristik pengamat. Proses retensi proses ini bertanggung jawab atas pengkodean simbolik prilaku dan menyimpanan kode visual atau verbal dalam memori. Proses ini penting karena pemelajar tidak dapat mengambil manfaat dari prilaku yang diamati saat tidak ada model kecuali mereka dikodekan dan disimpan untuk penggunaan di kemudian hari (Bandura, 1977b).
Reproduksi Motorik dan Proses Motivasional. Setelah pengamat mendapatkan kode simbolik, kinerja dan prilaku yang dikuasai akan tergantung pada reproduksi motorik dan proses motivasional pemelajar. Reproduksi motorik mencangkup pemilihan dan pengorganisaaian respon pada level kognitif, diikuti dengan pelaksanaan (Bandura, 1978b).
h.             Peran Ketangguhan Diri 
Ketangguhan diri (self- efficacy) adalah keyakinan seseorang tentang kemampuannya sendiri dan keyakinan ini memotivasi pemelajar dengan cara tertentu. Isu penting dalam ketangguhan diri adalah karakteristik esensial, sumber keyakinan akan ketangguhan dan efeknya pada proses psikologis.
Keyakinan akan ketangguhan diri adalah keyakinan pada kemampuan diri seseorang untuk mengorganisasikan dan melaksanakan tindakan yang digunakan untuk mendapatkan capaian tertentu. (bandura, 1997, h, 3). Keyakinan seperti itu berlaku untuk situasi yang mungkin mengandung elemen baru, tidak bisa diprediksi, atau bahkan mengandung unsur rekaan.
Sumber keyakinan akan ketangguhan. Ada empat jenis pengaruh yang berkontribusi pada keyakinan seseorang tentang ketangguhan dirinya (Bandura, 1986, 1995), yaitu pengalaman penguasaan, pengalaman pengganti, persuasi sosial serta keadaan emosional dan fisiologis. Bagi seseorang yang memiliki perasaan tangguh yang kuat, kegagalan yang terjadi kadang sedikit pengaruhnya. Sebaliknya kegagalan berpengaruh pada seseorang yang kurang yakin pada kemampuannya sendiri.
Pengalaman untuk penguasaan yang dirancang untuk memperkuat ketangguhan diri siswa tidak boleh berupa kesuksesan yang gampang diraih. Mengamati kesuksesan orang lain yang oleh pengamat dianggap sama dengan dirinya (pengalaman pengganti) juga member konstribusi pada ketangguhan dirinya. Persuasi verbal, sumber ketiga dari keyakinan ketangguhan, dapat membantu menghadapi keraguan ringan seseorang. Persuasi dapat membantu seseorang untuk menghindari fokus pada kekurangan kekurangan dan untuk mengukur kesuksesan dalam arti peningkatan ketimbangan mengalahkan orang lain. Keadaan fisiologis dan emosional seperti reaksi sters dan ketegangan dan juga member imformasi tentang ketangguhan.
Efek Terhadap Proses Psikologis. Keyakinan akan ketangguhan diri mempengaruhi fungsi manusia secara tidak langsung melalui empat proses utama, yakni proses kognitif, motivasional, afektif, dan seleksi (Bandura, 1995)
i.               Hakikat Belajar Kompleks
Berbeda dengan teori lain, teori kognitif sosial tidak mendiskripsikan bentuk pemikiran dan/atau prilaku yang mempresentasikan belajar yang kompleks. Sebaliknya, teori ini mendiskripsikan faktor- faktor yang penting untuk pencapain kinerja unggul dalam setiap ranah atau disiplin. Menurut Bandura (1986), faktor esensial dalam mendapatkan kapabilitas yang kompleks adalah sistem pengaturan diri perorangan.
j.               Sistem Pengaturan Diri
Belajar Pengaturan Diri adalah “pemikiran, perasaan dan tindakan yang dimunculkan sendiri yang direncanakan dan disesuaikan secara siklis untuk mencapai tujuan pribadi” (Zimmerman, 2000, h. 14). Disebut pengaturan diri sebab bergantung pada keyakinan dan motif induvidual, bukan merupakan cirri tersendiri, kemampuan mental atau tahapan kompetensi. Tiga sub proses dalam pengaturan diri adalah observasi diri, penilaian diri dan reaksi diri.
Observasi diri membutuhkan perhatian sadar pada prilaku seseorang misalnya siswa yang mengamati bahwa prestasi dirinya kurang ketika belajar dengan kawan mungkin memutuskan untuk lebih banyak belajar sendiri. Penilaian diri adalah perbandingan kinerja seseorang saat ini dengan tujuan yang telah ditentukan. 
k.             Pengembangan Sistem Pengaturan Diri
Bandura (1977a, 1978,1986) mengusulkan tiga cara interaksi antara faktor- faktor personal, prilaku, dan lingkungan. Perilaku pengaturan diri dari seseorang juga memengaruhi lingkungan. Lingkungan memberi konstribusi pada perkembangan swamonitor dan keterampilan evaluatif. Interaksi tiga arah factor-faktor personal, lingkungan dan perilaku juga dapat menimbulkan lepasnya kapabilitas evaluasi diri. Hasilnya adalah perkembangan dan dilakukannya tindakan yang tercela serta aktivitas yang tidak berprikemanusiaan. Dalam analisis kognitif-sosial, tindakan itu dilakukan melalui proses yang memisahkan perilaku dari evaluasi diri. Sejak berkembangnya teori kognitif-sosial, ada pihak lain yang mengusulkan proses tambahan yang terlibat dalam belajar yang diregulasi sendiri dan mengembangkan model pengembangan diri. Contohnya adalah proses kemauan pemelajar yang menyebabkan tetap di jalur belajar, terutama ketika ada hal lebih menarik untuk dilakukan.
Model belajar yang diatur sendiri yang lebih luas mendeskripsikan dua prioritas siswa yang berbeda di kelas. Yang pertama adalah untuk mencapai pertumbuhan yang melibatkan pendalaman pengetahuan atau memperkaya keterampilan kognitif dan sosial. Yang kedua adalah menjaga kesejahteraan emosional seperti berusaha untuk tampak cerdas dan menghindari bahaya. Menurut model ini proses pertumbuhan adalah dari proses top-down, dan dipandu oleh tujuan seseorang.sebaliknya pengaturan diri mungkin merespons isyarat di lingkungan dan bersifat bottom-up. Misalnya kejenuhan, perasaan terpaksa, atau tidak aman mungkin menimbulkan tujuan untuk mendapatkan kenyamanan, seperti mencari hiburan, determinasi diri atau tujuan keamanan.

2.2     PRINSIP PEMBELAJARAN
Teori pembelajaran masih belum diturunkan dari teori kognitif sosial. Namun, prinsip teori ini berpengaruh besar terhadap isu kelas. Teori ini telah diimplementasikan secara sukses dalam akuisisi keterampilan motorik maupun kognitif. Aplikasi awal terhadap keterampilan kognitif mencangkup kaidah linguistik pembentukkan konsep, dan pemecahan masalah.
a.             Asumsi Belajar
Tiga asumsi dasar  yang mendukung prinsip sosial/kognitif yang dapat diterapkan untuk pembelajaran di kelas, adalah (a) proses kognitif pemelajar dan pengambilan keputusan adalah faktor penting dalam belajar; (b) tiga cara interaksi antara lingkungan, faktor personal, dan perilaku adalah bertanggung jawab atas belajar; dan (c) hasil dari belajar adalah kode perilaku verbal dan visual.
b.             Komponen Pembelajaran
Dalam teori kognitif-sosial, komponen esensial dari belajar adalah model kelakuan, penguatan pada model, dan pemprosesan kognitif pemelajar terhadap pemodelan perilaku. Oleh karena itu, komponen pembelajarannya adalah: (a) mengidentifikasi model  yang patut di kelas; (b) menentukan nilai fungsional dari perilaku; dan (c) memandu pemrosesan internal pemelajar, yang mencakup membantu pelajar memahami ketangguhan dirinya.
c.              Mengidentifikasi Model yang Patut
Di kelas, baik guru maupun siswa dapat berfungsi sebagai model hidup untuk berbagai macam perilaku akademik maupun perilaku sosial. Untuk remaja, pengaruh model contoh teman sebaya sering besar. Namun, guru bertanggung jawab atas kelas dan berperan penting sebagai model tanggung jawab, integritas, ketulusan dan perhatian pada kebaikan seseorang maupun kolektif (Brophy & Putnam, 1979, h. 196). Pemilihan model hidup atau simbolik sering tergantung pada pertimbangan praktis. Untuk keterampilan motoric dan kognitif, keunggulan model hidup adalah: (a) demontrasi fisik perilaku di depan siswa, dan (b) kesempatan siswa untuk bertanya. Pemilihan model harus dilaksanakan dengan hati-hati jika menggunakan model yang berpengaruh. Karena anak mencari tanggapan dari otoritas yang mengasuh, sifat-sifat ekspresif, dan sosok model dapat mengalihkan perhatian anak dari perilaku yang dijadikan model. Masalah potensial ini dapat diatasi dengan menggunakan petunjuk verbal yang berfokus pada perilaku yang relevan dan menampilkan reaksi ekspresif minimal selama berlangsungnya pemodelan.
d.             Menciptakan Nilai Fungsional Perilaku
Menurut teori kognitif-sosial, seseorang memerhatikan kejadian di lingkungan yang memprediksikan penguatan (Bandura, 1977b, h. 85). Mereka cenderung mengabaikan kejadian yang tidak mengandung kemungkinan penguatan. Karena itu Bandura (1977b) merekomendasikan agar pembelajaran harus diarahkan untuk menciptakan ekspektasi hasil positif. Ada dua peringantan yang harus diperhatikan dalam penggunaan penguatan. Pertama, penguatan pengganti berbeda dari penguatan implisit. Perilaku contoh yang dipuji seseorang dan diabaikan oleh orang lain mungkin bagi guru dapat mengandung arti penguatan untuk semua siswa yang berperilaku baik. bagi seseorang yang berperilaku sedikit kurang baik, konsekuaensi langsung atas perilaku mereka (yakni tidak ada penguatan) mungkin ditafsirkan sebagai hukuman. Peringatan kedua adalah bahwa penguatan, seperti halnya kecantikan, merupakan sesuatu yang tergantung kepada yang melihatnya. Pujian yang sama, saat diberikan pada dua orang yang berbeda, dapat menimbulkan efek yang berbeda pula. Demikian pula, penghilangan hukuman akan memberikan kesan pembolehan. Pembatasan perilaku akan berkurang, dan perilaku yang sebelumnya dilarang akan dilakukan lebih bebas (Bandura, 1971a). karena itu, aturan yang tegas di kelas harus ditegakkan saat pelanggaran terjadi.
e.              Membimbing Proses Internal Pemelajar
Aktivitas pembelajaran yang direkomendasikan cukup bervariasi, tergantung pada jenis keterampilan yang akan dipelajari. Dibutuhkan penekanan yang berbeda untuk keterampilan kognitif dan motorik. Namun untuk kedua keterampilan itu, pembelajaran untuk memberikan kesempatan: (a) mengodekan perilaku yang diamati ke dalam citra visual atau simbol kata, dan (b)  secara mental mengulangi perilaku yang dicontohkan.
1)    Keterampilan Motorik
Kinerja keterampilan motorik yang sukses seperti pada golf, main ski, dan tenis tergantung pada monitoring internal atas tanggapan kisnetik individual. Strategi yang dianjurkan adalah: (a) presentasi model yang direkam video; (b) kesempatan untuk mengembangkan representasi konseptual; dan (c) berlatih dengan umpan balik visual melalui monitor (Carroll & Bandura, 1982).
Yang terutama penting adalah bahwa gladi atau latihan mental oleh pemelajar harus mendahului pelaksanaan fisik dari keterampilan itu (Jeffrey, 1976). Gladi mental ini berfungsi sebagai pengorganisasian untuk kinerja selanjutnya. Juga, penekanan pada kinerja motorik terlalu dini dapat membahayakan retensi pada saat kode memori masih belum stabil. Observasi diri yang ditunda setelah pemodelan juga berguna untuk keterampilan sosial dan komunikasi.

2)    Perilaku Konseptual
Studi-studi awal mengindikasikan anak dapat menyimpulkan berlakunya kaedah dar model ketika diintruksikan untuk menemukan keajegan dalam berbagai situasi yang dipresentasikan (prosenthal dan simmerman, 1978; simmerman dan prosenthal; 1974).
3)    Memfasilitasi Ketangguhan Pemelajar
Hal penting bagi anak yang inpulsif adalah melatih kontrol diri saat menghadapi tugas yang meragukan atau tugas baru. Rencana yang dikembangkan oleh Meichenbaum dan Goodman (1971) untuk mengajar anak inpulsif mengelola prilaku mereka sendiri adalah dengan menggunakan pemodelan yang dikombinasikan dengan pembelajaran diri yang diverbalisasikan.
Seorang dewasa pertama-tama akan berbicara dengan diri sendiri untuk memonitor 3 aspek belajar yang dilakukan sendiri. Ketiga aspek tersebut adalah (a) definisi masalah (“ apa yang harus saya kerjakan?”); (b) pembelajaran diri yang terfokus pada tugas (“berhenti dulu dan ulangi pelajarannya”); dan (c) penguatan diri dan evaluasi diri (“bagus, pekerjaan saya baik”). (Meichenbaum dan Goodman, 1971).
4)    Peran Ketangguhan Diri Guru
Ketangguhan diri guru adalah keyakinan guru akan kemampuannya untuk memengaruhi kinerja siswa (McLaughlin & Marsh, 1978,h 84). Secara spesifik, ketangguhan diri guru adalah “penilaian guru tentang kemampuannya sendiri untuk memunculkan hasil kegiatan dan belajar siswa yang diinginkan, bahkan diantara siswa yang mungkin tampak mengalami kesulitan atau tidak termotivasi” (Tschannen-Moran & Woolfolkhoy, 2001, h. 783).
Salah satu model ketangguhan guru menyatakan bahwa ketangguhan terdiri dari 2 keputusan simultan. Yang pertama menganalisis tugas guru, yang mencangkup beragam faktor yang memberi kontribusi pada kesulitan tugas yang didasarkan pada sumber daya yang tersedia untuk memfasilitasi belajar; yang kedua adalah konsepsi guru tentang kompetensi pengajarannya (Tschannen-Moran, et al., 1998, h.228).
Ketangguhan guru tidak berfungsi dalam isolasi. Bandura (2000) mencatat bahwa ketangguhan diri berperan penting dalam perkembangan kognitif dan prestasi melalui tiga jalur. Yaitu: (a) keyakinan siswa pada ketangguhan  mereka untuk mengatur aktivitas belajar dan menguasai subjek akademik; (b) keyakinan guru pada ketangguhan personal mereka untuk memotivasi dan mempromosikan belajar siswa mereka; dan (c) pemahaman ketangguhan kolektif pihak sekolah bahwa sekolah mereka dapat mencapai kemajuan akademik yang signifikan (h.4).
f.              Mendesain Pembelajaran untuk Keterampilan yang Kompleks
Teori kognitif-sosial membahas belajar keterampilan kompleks dalam tiga cara. Aplikasi pertama adalah mencontohkan dan mengajarkan strategi yang efektif untuk sukses dalam tugas yang kompleks. Aplikasi kedua adalah strategi permodelan untuk mengarahkan dan memonitor belajar sendiri. Aplikasi ketiga dari teori kognitif sosial dalam mengembangkan keterampilan yang kompleks mencakup dua pendekatan umum yakni a mempromosikan keterampilan dan strategi pengaturan diri yang baru, dan b mendorong dan mendukung pengaturan diri ketika ia muncul dikelas (Boekerts & Corno, 2005).
Dalam bidang penulisan, riset mengindikasikan bahwa guru harus (a) membuat kegiatan menulis sebagai sesuatu yang nyaman dan menarik, (b) memberi kesempatan pada siswa untuk memulai mengatur usahanya sendiri, (c) menggunakan tugas menulis yang membutuhkan pengaturan diri (tetapi bukan menceritakan pengelaman personal), dan (d) memberi contoh pengaturan diri, memberi bantuan strategi kepada siswa saat mereka menulis (Graham & Harris, 1994, h. 223).

2.3     APLIKASI PENDIDIKAN
Teori kognitif-sosial memiliki dua implikasi utama untuk pendidikan. Pertama pemodelan yang merupakan sumber utama informasi bagi pemelajar. Kedua pentingnya pemahaman ketangguhan dan keterampilan pengaturan diri pribadi untuk menjadi pemelajar yang berhasil.
a.             Isu-isu Kelas
Teori kognitif sosial membahas beberapa isu yang berkaitan dengan latar kelas. Teori ini juga membahas beberapa karakteristik pemelajar dan aspek dari latar social untuk pemelajar.
b.             Karakteristik Pemelajar
Perbedaan individual, kesiapan, dan mativasi untuk belajar merupakan karakteristik siswa yang berinteraksi dengan pembelajaran.
1.        Perbedaan individual
Masing-masing pemelajar memiliki kemampuan yang berbeda dalam mengabstraksi, mengodekan, mengingat, dan menjalankan perilaku yang mereka saksikan.Contohnya, perilaku yang diamati dengan penuh perhatian oleh pecinta alam, akan dianggap membosankan dan tidak menarik bagi pihak lain.
2.        Kesiapan
Tingkat perkembangan pemelajar dan reseptivitas terhadap model tertentu merupakan dua factor utama yang menentukan kemampuan individual untuk belajar observasional.
3.        Motivasi
Meskipun beberapa aktivitas dilakukan pada awalnya untuk penguatan langsung, sumber utama dari motivasi adalah berbasis kognitif (Bandura, 1977b, h. 161). Ada dua tipe motivasi kognitif. Pertama adalah representasi kognitif dari konsekuensi masa depan untuk perilaku tertentu. Keduan dapat dinamakan motivasi diri karena ia melibatkan pedoman standar untuk mekanisme evaluasi diri pembelajaran
c.              Proses Kognitif dan Pembelajaran
Transfer belajar, mengembangkan keterampilan seseorang bagaimana belajar, dan mengajarkan pemecahan masalah merupakan isu-isu kognitif yang penting bagi pendidikan.


d.             Transfer Belajar
Konsep transfer telah diteliti dalam konteks kognitif-sosial dalam dua cara. Pertama adalah penyelidikan tentang perlakuan yang berbeda atas pasien yang mengidap fobia. Pengalaman penguasaan yang diarahkan sendiri ternyata lebih efektif dalam menghasilkan transfer ke situasi ancaman umum ketimbang berpartisipasi dalam pemodelan saja (Bandura, 1976; Bandura, Adams & Beyer, 1977).
e.              Implikasi untuk Penilaian
Teori kognitif-sosial memperkenalkan dua konsep yang mengacu pada karakteristik pribadi pemelajar dan yang berpengaruh untuk belajar. Keduanya adalah pengaturan diri dan ketangguhan diri.
Pengaturan diri dalam belajar dapat dinilai melalui beberapa cara (Boekaerts & Corno, 2005). Di antaranya adalah survei laporan diri, protokol berpikir dan berbicara keras-keras, wawancara tidak terstruktur, wawancara terstruktur, catatan harian siswa, dan observasi dialog kelas.
f.              Konteks Sosial untuk Belajar
Teori kognitif-sosial membahas isu belajar dalam latar naturalistik. Observasi berbagai model seperti televisi, anggota keluarga, teman, dan penguatan yang diberikan ke kawan dan orang lain sangat mempengaruhi belajar. Secara khusus teori kognitif-sosial mengingatkan bahwa belajar dalam masyarakat yang berorientasi media adalah mlampaui belajar di kelas melalui cara yang halus dan meresap.
g.             Kaitan dengan Perspektif Lain
Teori kognitif sosial mengasumsikan bahwa yang dimaksud pembelajaran adalah guru yang mengelola dan mengarahkan dan siswa perorangan merupakan sasaran belajar. Jadi, ia berbeda dari perspektif konstruktivis dimana yang primer adalah komunitas pemelajar.
h.             Mengembangkan Strategi Kelas
Belajar observasional mencakup analisis cermat atas perilaku yang akan dicontohkan dan pemrosesan yang merupakan syarat belajar. Hal-hal yang harus dilakukan, yakni:
·           Langkah 1: menganalisis perilaku yang akan dijadikan model.
·           Langkah 2: menetapkan nilai fungsional dari perilaku dan memilih model perilaku.
·           Mengembangkan urutan pembelajaran.
·           Mengimplemintasikan pembelajaran untuk memandu proses reproduksi motorik dan kognitif pemelajar.
Hal ini meliputi keterampilan motorik dan perilaku konsepsual.


























BAB III
PENUTUP

3.1       Simpulan
1)   Belajar didefinisikan sebagai akuisisi representasi simbolis dalam bentuk kode verbal atau visual yang bertindak sebagai pedoman untuk perilaku di masa depan.
2)   Prinsip pembelajaran teori kognitif-sosial Albert Bandura telah diimplementasikan secara sukses dalam akuisisi keterampilan motorik maupun kognitif.
3)   Aplikasi teori belajar kognitif-sosial Albert Bandura memiliki dua implikasi utama untuk pendidikan, yakni pemodelan yang merupakan sumber utama informasi bagi pemelajar. Kedua pentingnya pemahaman ketangguhan dan keterampilan pengaturan diri pribadi untuk menjadi pemelajar yang berhasil.
3.2                          Saran
Setelah membaca makalah ini diharapkan kita mengetahui tentang teori belajar kognitif-sosial Albert Bandura agar nantinya sebagai calon guru dapat menerapkan teori belajar yang tepat dalam proses pembelajaran di Sekolah Dasar.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar