BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam mempelajari ilmu pendididkan, sering dikemukakan
pertanyaan berupa ”mengapa seseorang perlu belajar?” untuk menjawab pertanyaan
ini, sepertinya kita sependapat bahwa di dunia ini tak ada makhluk hidup yang
ketika baru dilahirkan dapat melakukan segala sesuatu dengan sendirinya. Sejak
ia bayi, bahkan ketika dewasa pun, ia pasti membutuhkan bantuan orang lain.
Jika bayi manusia yang baru dilahirkan tidak mendapat
bantuan dari manusia dewasa lainnya, tentu ia akan binasa. Ia tidak mampu hidup
sebagai manusia jika ia tidak dididik oleh manusia. Oleh karena itu, manusia
disebut sebagai makhluk sosial. Selain itu, manusia juga makhluk berbudaya,
sehingga belajar merupakan kebutuhan yang vital sejak manusia dilahirkan.
Manusia selalu belajar kapan saja dan dimana saja ia berada.
Banyak ilmuan yang telah menemukan teori belajar. Salah satu
teori belajar dikemukakan oleh Robert M. Gagne, seorang ahli psikologi
pendidikan yang telah banyak menyumbangkan hasil-hasil penelitiannya dalam
pendidikan dan sampai sekarang teori belajar Gagne banyak digunakan dan
dikembangkan, salah satu pendapatnya yaitu penyusunan hierarki belajar untuk
belajar aturan dan pemecahan masalah.
Menurut pandangannya belajar
bukanlah merupakan proses tunggal melainkan proses luas yang dibentuk oleh
pertumbuhan dan perkembangan tingkah laku, dimana tingkah laku tersebut
merupakan proses belajar. Selain itu Gagne juga menemukan lima ragam belajar
yang terjadi pada manusia yaitu informasi verbal, keterampilan intelek,
keterampilan motorik, sikap, dan siasat kognitif. Dari permasalahan di atas,
maka penulis memandang perlu penjelasan mengenai prinsip belajar, prinsip
pembelajaran, dan aplikasi pendidikan dari teori Robert Gagne yang dibahas
dalam makalah ini.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.
1)
Bagaimana
prinsip belajar yang dikemukakan oleh Robert Gagne?
2)
Bagaimana
prinsip pembelajaran yang dikemukakan oleh Robert Gagne?
3)
Bagaimana
aplikasi pendidikan dari teori Gagne dalam pembelajaran?
1.3 Tujuan
Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah, maka tujuan kami mengangkat masalah di atas adalah sebagai
berikut.
1)
Untuk
mendeskripsikan prinsip belajar yang dikemukakan Robert Gagne.
2)
Untuk
mendeskripsikan prinsip pembelajaran yang dikemukakan oleh Robert Gagne.
3)
Untuk
mendeskripsikan aplikasi pendidikan dari teori Robert Gagne dalam pembelajaran.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat
dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1) Bagi Penulis
Makalah
ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok dari dosen mata kuliah Belajar dan
Pembelajaran. Selain itu, dapat menambah wawasan penyusun dan juga sebagai
bekal dan pembelajaran mengenai salah satu teori belajar.
2) Bagi Pembaca
Makalah ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber
informasi dalam mempelajari teori belajar khususnya teori belajar Robert Gagne,
dan juga diharapkan dapat menambah wawasan pembaca mengenai materi ini.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Prinsip
Belajar Robert Gagne (1977-1985)
Sebagaimana tokoh-tokoh lainnya dalam psikologi
pembelajaran, Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan
lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan individu
seseorang. Lingkungan individu meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah,
dan berbagai lingkungan sosial. Lingkungan itulah yang menentukan apa yang akan
dipelajari seseorang dan selanjutnya akan menentukan akan menjadi apa ia
nantinya.
Tabel 1
Asumsi Dasar Kondisi Belajar
Gagne
Asumsi
|
Alasan
|
1. Belajar
dan pertumbuhan tidak boleh disamakan satu sama lain.
|
Faktor yang memengaruhi
pertumbuhan ditentukan secara genetik. Faktor yang memengaruhi belajar
terutama ditentukan oleh kejadian dalam lingkungan pemelajar.
|
2. Belajar
adalah faktor kausal penting dalam perkembangan individual.
|
Model
yang diusulkan Arnold Gessel, bahwa pertumbuhan tubuh dan mental terkait
erat, adalah tidak akurat.
|
3. Banyak
hasil belajar manusia digeneralisasikan ke berbagai macam situasi.
|
Belajar bukan akuisi kepingan
informasi secara terpisah. Penjumlahan, misalnya, berlaku untuk situasi
seperti penyeimbangan neraca, menghitung pajak, dan menyusun anggaran.
|
4. Belajar
manusia adalah kumulatif, belajar keterampilan yang kompleks didasarkan pada
belajar sebelumnya.
|
Seseorang tidak harus
mempelajari seperangkat respons baru secara lengkap di banyak situasi.
Misalnya, keterampilan menjumlah angka memberi kontribusi untuk kemampuan
membagi.
|
5. Belajar
bukan proses tunggal.
|
Model S-R dapat menjelaskan
asosiasi sederhana, tetapi tidak dapat menjelaskan belajar keterampilan yang
kompleks. Juga, belajar membaca atau mengucapkan bahasa asing bukan hasil
dari wawasan (insight).
|
Bagi Gagne, belajar tidak dapat didefinisikan dengan mudah
karena belajar itu bersifat kompleks. Dalam pernyataan tersebut, dinyatakan
bahwa hasil belajar akan mengakibatkan perubahan pada seseorang yang berupa
perubahan kemampuan, perubahan sikap, perubahan minat atau nilai pada
seseorang.
Perubahan tersebut bersifat menetap meskipun hanya
sementara.
Menurut Gagne, ada tiga elemen belajar, yaitu individu yang belajar, situasi stimulus, dan responden yang melaksanakan aksi sebagai akibat dari stimulasi. Selanjutnya, Gagne juga mengemukakan tentang sistematika delapan tipe belajar, sistematika lima jenis belajar, fase-fase belajar, implikasi dalam pembelajaran, serta aplikasi dalam pembelajaran.
Menurut Gagne, ada tiga elemen belajar, yaitu individu yang belajar, situasi stimulus, dan responden yang melaksanakan aksi sebagai akibat dari stimulasi. Selanjutnya, Gagne juga mengemukakan tentang sistematika delapan tipe belajar, sistematika lima jenis belajar, fase-fase belajar, implikasi dalam pembelajaran, serta aplikasi dalam pembelajaran.
2.2 Prinsip Pembelajaran Robert Gagne
A.
Sistematika ”Delapan Tipe Belajar”
Robert M. Gagne membedakan pola-pola
belajar siswa ke delapan tipe belajar/hierarki belajar. Menurut Gagne, hierarki
belajar harus disusun dari atas ke bawah atau top down (Orton dalam
Fadjar, 2007). Dimulai dengan menempatkan kemampuan, pengetahuan, ataupun
keterampilan yang menjadi salah satu tujuan dalam proses pembelajaran di puncak
hierarki belajar tersebut, diikuti kemampuan keterampilan, atau pengetahuan
prasyarat (prerequisite) yang harus mereka kuasai lebih dahulu agar
berhasil mempelajari keterampilan atau pengetahuan di atasnya.
Hierarki belajar dari Gagne
memungkinkan juga prasayrat yang berbeda untuk kemampuan yang berbeda pula
(Orton dalam Fadjar, 2007). Sebagai contoh, pemecahan masalah membutuhkan
aturan, prinsip, dan konsep-konsep terdefinisi sebagai prasyaratnya, yang
membutuhkan konsep konkret sebagai prasyarat berikutnya, yang masih membutuhkan
kemampuan membedakan (discriminations) sebagai prasyarat berikutnya
lagi. Menurut Gagne (Bell, 1978) tipe/hierarki belajar dijabarkan sebagai berikut.
1)
Belajar
Isyarat (Signal Learning)
Signal
learning dapat
diartikan sebagai proses penguasaan pola-pola dasar perilaku bersifat tidak
disengaja dan tidak disadari tujuannya. Dalam tipe ini terlibat aspek reaksi
emosional di dalamnya. Kondisi yang diperlukan untuk berlangsungnya tipe
belajar ini adalah diberikannya stimulus (signal) secara serempak, dan
stimulus tertentu berulang kali. Respon yang timbul bersifat umum dan
emosional, selain timbulnya dengan tak sengaja dan tidak dapat dikuasai.
Beberapa ucapan kasar untuk mempermalukan,
siswa yang gelisah saat pelajaran matematika mungkin karena kondisi tidak suka.
Belajar isyarat sukar dikontrol siswa dan mempunyai pengalaman yang pantas dipertimbangkan
pada tindakannya. konsekuensinya, seorang guru matematika seharusnya mencoba
membangkitkan stimulus yang tidak dikondisikan yang akan menimbulkan perasaan
senang pada siswa dan berharap mereka akan mengasosiasikan beberapa perasaan
senang dengan isyarat netral pada pelajaran matematika.
Apabila perlakuan yang disenangi
membangkitkan hal-hal positif, stimulus yang tidak diharapkan mungkin gagal
menimbulkan asosiasi keinginan positif dengan isyarat netral, kecerobohan
menimbulkan stimulus negatif, pada satu waktu akan merusak keinginan siswa
untuk mempelajari pelajaran yang diajarkan.
2)
Belajar
Stimulus-Respons (Stimulus-Respon Learning)
Kondisi yang diperlukan untuk
berlangsungnya tipe belajar ini adalah faktor penguatan (reinforcement).
Waktu antara stimulus pertama dan berikutnya amat penting. Makin singkat jarak
S-R dengan S-R berikutnya, semakin kuat penguatannya. Kemampuan tidak diperoleh
dengan tiba-tiba, akan tetapi melalui latihan-latihan. Respon dapat diatur dan
dikuasai. Respon bersifat spesifik, tidak umum, dan kabur. Respon diperkuat
dengan adanya imbalan atau reward. Sering gerakan motoris merupakan
komponen penting dalam respon itu.
3)
Rantai
atau Rangkaian Hal (Chaining)
Tipe
belajar ini masih mengandung asosiasi yang kebanyakan berkaitan dengan
keterampilan motorik. Chaining ini terjadi bila terbentuk hubungan
antara beberapa S-R, oleh sebab yang satu terjadi segera setelah yang satu
lagi, jadi berdasarkan “contiguity”. Kondisi yang diperlukan bagi
berlangsungnya tipe belajar ini antara lain, secara internal anak didik sudah harus
terkuasai sejumlah satuan pola S-R, baik psikomotorik maupun verbal. Selain itu
prinsip kesinambungan, pengulangan, dan reinforcement tetap penting bagi
berlangsungnya proses chaining.
Kebanyakan aktivitas dalam matematika memerlukan manipulasi dari peralatan
fisik seperti mistar, jangka, dan model geometri membutuhkan chaining. Belajar membuat garis bagi
suatu sudut dengan menggunakan jangka membutuhkan penerapan keterampilan tipe
stimulus respon yang telah dipelajari sebelumnya. Diantaranya kemampuan
menggunakan jangka untuk menarik busur dan membuat garis lurus antara dua
titik.
Ada
dua karakteristik dari belajar S-R dan belajar rangkaian dalam pengajaran
Matematika yaitu siswa tidak dapat menyempurnakan rangkaian S-R apabila tidak
menguasai salah satu keterampilan dari rangkaian tersebut, dan belajar S-R dan
rangkaian difasilitasi dengan cara memberikan penguatan bagi tingkah laku yang
diinginkan. Meskipun memberi hukuman dapat digunakan untuk meningkatkan belajar
S-R, tetapi hal tersebut dapat berakibat negatif terhadap emosi, sikap, dan
motivasi belajar.
4)
Asosiasi
Verbal (Verbal Association)
Asosiasi
verbal adalah rangkaian dari stimulus verbal yang merupakan hubungan dari dua
atau lebih tindakan S-R verbal yang telah dipelajari sebelumnya. Tipe paling
sederhana dari belajar rangkaian verbal adalah asosiasi antara suatu objek
dengan namanya yang melibatkan belajar rangkaian stimulus respon dari tampilan
objek dengan karakteristiknya dan S-R dari pengamatan terhadap suatu objek dan
memberikan tanggapan dengan menyebutkan namanya.
Asosiasi
verbal melibatkan proses mental yang sangat kompleks. Asosiasi verbal yang
memerlukan penggunaan rangkaian mental intervening yang berupa kode dalam
bentuk verbal, auditory atau gambar visual. Kode ini biasanya terdapat dalam
pikiran siswa dan bervariasi pada tiap siswa dan mengacu kepada penyimpanan
kode-kode mental yang unik. Contoh seseorang mungkin menggunakan kode mental
verbal “y ditentukan oleh x” sebagai petunjuk kata fungsi, orang lain mungkin
memberi kode fungsi dengan menggunakan simbol “y=f(x)” dan orang yang lain lagi
mungkin menggunakan visualisasi diagram panah dari dua himpunan.
5)
Belajar
Diskriminasi (Discrimination Learning)/ Membedakan
Discrimination learning atau belajar membedakan sejumlah rangkaian, mengenal objek
secara konseptual dan secara fisik. Dalam tipe ini anak didik mengadakan
seleksi dan pengujian di antara dua peransang atau sejumlah stimulus yang
diterimanya, kemudian memilih pola-pola respon yang dianggap sesuai. Kondisi
utama bagi berlangsungnya proses belajar ini adalah anak didik sudah mempunyai
kemahiran melakukan chaining dan association serta pengalaman (pola S-R).
Contohnya: anak dapat membedakan manusia yang satu dengan yang lain; juga
tanaman, binatang, dan lain-lain. Guru mengenal anak didik serta nama
masing-masing karena mampu mengadakan diskriminasi di antara anak-anak.
Terdapat
dua macam diskriminasi yaitu diskriminasi tunggal dan diskriminasi ganda.
Contoh mengenalkan angka 2 pada anak dengan memperlihatkan 50 angka 2 pada
kertas dan menggambar angka 2. Melalui stimulus respon sederhana anak belajar
mengenal (nama “dua” untuk konsep dua). Sedangkan untuk diskriminasi ganda anak
belajar mengenal angka 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 dan membedakan angka-angka
tersebut.
6)
Belajar
Konsep (Concept Learning)
Belajar
konsep adalah mengetahui sifat-sifat umum benda konkrit atau kejadian dan
mengelompokan objek-objek atau kejadian-kejadian dalam satu kelompok. Dalam hal
ini belajar konsep adalah lawan dari belajar dari diskriminasi. Belajar
diskriminasi menuntut siswa untuk membedakan objek-objek karena dalam
karakteristik yang berbeda sedangkan belajar konsep mengelompokkan objek-objek
karena dalam karakteristik umum dan pembahasan kepada sifat-sifat umum.
Dalam
belajar konsep, tipe-tipe sederhana belajar dari prasyarat harus dilibatkan.
Penambahan beberapa konsep yang spesifik harus diikutkan dengan prasyarat
rangkaian stimulus respon, asosiasi verbal yang cocok, dan diskriminasi dari
karakteristik yang berbeda.
Sebagai
contoh, tahap pertama belajar konsep lingkaran mungkin belajar mengucapkan kata
lingkaran sebagai suatu membangkitkan sendiri hubungan stimulus respon,
sehingga siswa dapat mengulangi kata. Kemudian siswa belajar untuk mengenali
beberapa objek berbeda sebagai lingkaran melalui belajar asosiasi verbal
individu. Selanjutnya siswa mungkin belajar membedakan antara lingkaran dan
objek lingkaran lain. Hal tersebut penting bagi siswa untuk menyatakan
lingkaran dalam variasi yang luas. Situasi representatif sehingga mereka
belajar untuk mengenal lingkaran. Ketika siswa secara spontan mengidentifikasi
lingkaran dalam konteks yang lain, mereka telah memahami konsep lingkaran.
Kemampuan
membuat generalisasi konsep dalam situasi baru merupakan kemampuan yang
membedakan belajar konsep dengan bentuk belajar lain. Ketika siswa telah
mempelajari suatu konsep, siswa tidak membutuhkan waktu lama untuk
mengidentifikasi dan memberikan respon terhadap hal baru dari suatu konsep,
sebagai akibatnya cara untuk menunjukkan bahwa suatu konsep telah dipelajari
adalah siswa dapat membuat generalisasi konsep dalam situasi lain.
Hal-hal
yang perlu diperhatikan dalam mengajarkan suatu konsep baru kepada siswa:
a.
Memberikan
variasi hal-hal yang berbeda konsep untuk menfasilitasi generalisasi.
b.
Memberikan
contoh-contoh perbedaan dikaitkan dengan konsep untuk membantu diskriminasi.
c.
Memberikan
yang bukan contoh dari konsep untuk meningkatkan pemahaman diskriminasi dan
generalisasi.
d.
Menghindari
pemberian konsep yang mempunyai karakteristik umum.
7)
Belajar
Aturan (Rule Learning)
Belajar
aturan (Rule learning) adalah kemampuan untuk merespon sejumlah situasi
(stimulus) dengan beberapa tindakan (respon). Kebanyakan belajar matematika
adalah belajar aturan. Sebagai contoh, 5 x 6 = 6 x 5 dan 2 x 8 = 8 x 2; tetapi
tanpa mengetahui bahwa aturannya dapat dinyatakan dengan a x b = b x a.
Kebanyakan orang pertama belajar dan menggunakan aturan bahwa perkalian kumutatif
adalah tanpa dapat menyatakan itu, dan biasanya tidak menyadari bahwa mereka
tahu dan menerapkan aturan tersebut. Untuk membahas aturan ini, harus diberikan
verbal (dengan kata-kata) atau rumus seperti “urutan dalam perkalian tidak
memberikan jawaban yang berbeda” atau “untuk setiap bilangan a dan b, a x b = b
x a”.
Aturan
terdiri dari sekumpulan konsep. Aturan mungkin mempunyai tipe dan tingkat
kesulitan yang berbeda. Beberapa aturan adalah definisi dan mungkin dianggap
sebagai konsep terdefinisi. Konsep terdefinisi n! = n (n-1) (n-2)... (2)(1)
adalah aturan yang menjelaskan bagaimana mengerjakan n!. Aturan lain adalah
rangkaian antar kosep yang terhubung, seperti aturan bahwa keberadaan sejumlah
operasi aritmetika seharusnya dikerjakan dengan urutan x, :, +, - . Jika siswa
sedang belajar aturan mereka harus mempelajari sebelumnya rangkaian konsep yang
menyusun aturan tersebut. Kondisi belajar aturan mulai dengan merinci perilaku
yang diinginkan pada siswa. seorang siswa telah belajar aturan apabila dapat
menerapkan aturan itu dengan tepat pada beberapa situasi yang berbeda. Robert
Gagne (Bell, 1978) memberikan 5 tahap dalam mengajarkan aturan:
Tahap
1: Menginformasikan pada siswa tentang bentuk perilaku yang diharapkan ketika
belajar.
Tahap
2: Bertanya ke siswa dengan cara yang memerlukan pemanggilan kembali konsep
yang telah dipelajari sebelumnya yang menyusun konsep.
Tahap
3: Menggunakan pernyataan verbal (petunjuk) yang akan mengarahkan siswa
menyatakan aturan sebagai rangkaian konsep dalam urutan yang tepat.
Tahap
4: Dengan bantuan pertanyaan, meminta siswa untuk “mendemonstrasikan” satu
contoh nyata dari aturan.
Tahap
5: (bersifat pilihan, tapi berguna untuk pengajaran selanjutnya): dengan
pertanyaan yang cocok, meminta siswa untuk membuat pernyataan verbal dari
aturan.
8)
Pemecahan
Masalah (Problem Solving)
Tipe
belajar ini menurut Gagne merupakan tipe belajar yang paling kompleks, karena
di dalamnya terkait tipe-tipe belajar lain, terutama penggunaan aturan yang
disertai proses analisis dan penarikan kesimpulan. Pada tingkat ini siswa
belajar merumuskan memecahkan masalah, memberikan respon terhadap rangsangan
yang menggambarkan atau membangkitkan situasi problematik. Tipe belajar ini
memerlukan proses penalaran yang memerlukan waktu lama, tetapi dengan tipe
belajar ini kemampuan penalaran siswa dapat berkembang. Dengan demikian poses
belajar yang tertinggi ini hanya mungkin dapat berlangsung apabila proses
belajar fundamental lainnya telah dimiliki dan dikuasai.
Kriteria
suatu pemecahan masalah adalah siswa belum pernah sebelumnya menyelesaikan
masalah khusus tersebut, walaupun mungkin telah dipecahkan sebelumnya oleh
banyak orang. Contoh, siswa yang belum pernah sebelumnya belajar rumus kuadrat,
menurunkan rumusnya untuk menentukan penyelesaian umum persamaan ax2 + bx + c =
0. Siswa akan memilih keterampilan melengkapkan kuadrat tiga suku dan menerapkan
keterampilan dalam cara yang tepat untuk menurunkan rumus kuadrat, dengan
melaksanakan petunjuk dari guru. Pemecahan masalah biasanya melibatkan lima tahap:
a.
Menyatakan
masalah dalam bentuk umum.
b.
Menyatakan
kembali masalah dalam suatu defenisi operasional.
c.
Merumuskan
hipotesis alternatif dan prosedur yang mungkin tepat untuk memecahkan masalah.
d.
Menguji
hipotesis dan melaksanakan prosedur untuk memperoleh solusi.
e.
Menentukan
solusi yang tepat.
B.
Sistematika “Lima Jenis Belajar”
Sistematika ini merupakan penyederhanaan sistematika delapan
tipe belajar. Sistematika ini memperhatikan hasil belajar yang merupakan
kemampuan internal yang telah menjadi milik pribadi seseorang dan memungkinkan
orang tersebut melakukan sesuatu yang dapat memberikan prestasi. Sistematika
ini mencakup semua hasil belajar yang dapat diperoleh, namun tidak menunjukkan
setiap hasil belajar/kemampuan internal satu-persatu. Tetapi mengelompokan hasil
belajar yang memiliki ciri-ciri sama dalam satu kategori dan berbeda sifatnya.
1)
Informasi
Verbal (Verbal Information)
Merupakan
penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun lisan,
misalnya pemberian nama terhadap suatu benda, definisi, dll. Informasi verbal meliputi “cap
verbal” dan “data/fakta”. Cap verbal yaitu kata yang dimiliki seseorang untuk
menunjuk pada obyek yang dihadapi, misal ‘kursi’. Data/fakta adalah kenyataan
yang diketahui, misal ‘Ibukota negara Indonesia adalah Jakarta’. Informasi
verbal dimulai sejak masa anak mulai belajar nama objek, hewan, dan peristiwa,
berlanjut di sepanjang hayat saat orang belajar tentang dunia di sekitar
mereka. Dua karakteristik esensial informasi verbal: (1) dapat diverbalisasikan
(ditulis/dikatakan), dan (2) setidaknya beberapa kata memiliki makna bagi
individual.
2)
Kemahiran
Intelektual (Intellectual Skill)
Merupakan keterampilan individu
dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol,
misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk kecakapan dalam membedakan (discrimination), memahami konsep konkrit,
abstrak, aturan, hukum, serta lambang/simbol
(huruf, angka, kata, dan gambar). Keterampilan ini
sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah. Kategori kemahiran intelektual
terbagi lagi atas empat subkemampuan.
Tabel
2
Ringkasan
Keterampilan Intelektual dari yang Sederhana ke yang Kompleks
Tipe Kapabilitas
|
Deskripsi
|
Contoh
|
Belajar
Diskriminasi
|
Merespons
secara berbeda pada karakteristik
yang membedakan objek, seperti bentuk, ukuran, warna.
|
Membedakan gambar
segitiga tertutup dan gambar geometris lainnya.
|
Belajar konsep/ konsep
konkret.
|
Mengidentifikasi
objek atau kegiatan sebagai anggota dari satu kelompok konsep, belajar
melalui pertemuan langsung dengan contoh konkret.
|
Mengidentifikasi
berbagai bentuk segitiga, dari segitiga yang tinggi sampai lebar.
|
Konsep
yang
didefinisikan
|
Belajar aturan
klasifikasi (konsepnya adalah abstrak, tidak ada contoh konkret).
|
Belajar bahwa
patriotism mengacu pada situasi yang merefleksikan cinta atau semangat untuk
membela negara.
|
Belajar aturan
|
Merespons satu
kelompok situasi dengan kelompok kinerja yang mempresentasikan kaitan.
|
Menjawab 5+2,
6+1, dan 9+4 dengan menjumlahkan 2+5, 1+6, dan 4+9.
|
Belajar kaidah
yang lebih tinggi (pemecahan masalah)
|
Memilih aturan
subordinat dari ingatan untuk memecahkan masalah dan mengaplikasikannya pada urutan
yang tepat.
|
Memecahkan
persamaan linier dengan satu persamaan tersamar.
|
3)
Pengaturan
Kegiatan Kognitif (Cognitive Strategy)
Dalam konteks proses pembelajaran,
strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan cara-cara berpikir
agar terjadi aktivitas yang efektif sehingga ia menggunakan cara yang sama apabila menemukan
kesulitan yang sama. Kecakapan intelektual menitikberatkan
pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada
proses pemikiran.
4)
Keterampilan
Motorik (Motor Skill)
Merupakan
hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan
fisik.
5)
Sikap
(Attitude)
Keadaan internal pemelajar dan
proses kognitif
|
Kondisi
belajar internal
|
Hasil
belajar
|
Informasi
verbal
|
Keterampilan
intelektual
|
Keterampilan
motorik
|
Sikap
|
Strategi
kognitif
|
Berinteraksi
dengan
|
Stimuli dari lingkungan
|
Kondisi
belajar eksternal
|
Kegiatan
instruksi
|
Gambar
Komponen Esensial dalam Belajar dan
Pembelajaran
C.
Fase-Fase Belajar
Fase-fase belajar ini berlaku bagi
semua tipe belajar. Menurut Gagne, ada 4 fase dalam proses belajar, yaitu:
1)
Fase
Penerimaan (Apprehending Phase)
Pada
fase ini, rangsang diterima oleh seseorang yang belajar. Pertama timbulnya
perhatian, kemudian penerimaan, dan terakhir adalah pencatatan (dicatat dalam
jiwa tentang apa yang sudah diterimanya).
2)
Fase
Penguasaan (Acquisition Phase)
Pada
tahap ini akan dapat dilihat apakah seseorang telah belajar atau belum. Orang
yang telah belajar akan dapat dibuktikannya dengan memperlihatkan adanya
perubahan pada kemampuan atau sikapnya.
3)
Fase
Pengendapan (Storage Phase)
Sesuatu
yang dimiliki, disimpan agar tidak hilang sehingga dapat digunakan bila diperlukan.
Fase ini berhubungan dengan ingatan dan kenangan.
4)
Fase
Pengungkapan Kembali (Retrieval Phase)
Apa
yang dipelajari, dimiliki, dan disimpan (dalam ingatan) dengan maksud untuk
digunakan (memecahkan masalah) bila diperlukan. Jika kita akan menggunakan,
maka kita harus mengeluarkannya dari tempat penyimpanan, inilah yang disebut pengungkapan
kembali. Fase ini meliputi penyadaran akan apa yang telah dipelajari dan
dimiliki, serta mengungkapkannya dengan kata-kata (verbal) yang telah dimiliki
tidak berubah-ubah.
Menurut
Gagne, fase pertama dan kedua merupakan stimulus, dimana terjadinya proses
belajar,sedangkan pada fase ketiga dan keempat merupakan hasil belajar.
Keempat fase belajar manusia ini telah disatukan menyerupai
model sistem komputer, meskipun sedikit lebih kompleks daripada yang ada pada
manusia. komputer menangkap rangsangan listrik dari pengguna komputer,
memperoleh stimulus dalam Central
Processing Unit, menyimpan informasi dalam stimulus di salah satu memori,
dan mendapatkan kembali informasi pada penyimpanannya. Guru menimbulkan
pemahaman dengan mengerjakan suatu contoh pada papan tulis, memudahkan akusisi
setelah setiap siswa mengerjakan contoh dengan mengikutinya, langkah demi
langkah, daftar petunjuk, membantu penyimpanan dengan memberikan soal untuk
pekerjaan rumah, dan memunculkan pemanggilan kembali dengan memberikan kuis
pada hari berikutnya.
2.3
Aplikasi Teori Gagne dalam
Pembelajaran
Aplikasi penerapan teori belajar Gagne erat kaitannya dengan
fase belajar dan Sembilan peristiwa pembelajaran. Gagne menemukan teorinya
bukan melalui suatu proses penemuan atau penerimaan seperti yang dilakukan oleh
ahli lain, namun menurutnya yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah
kualitas, penetapan (daya guna), dan kegunaan belajar. Hubungan antara
fase-fase belajar dan Sembilan peristiwa pembelajaran dapat dicermati melalui
tabel di bawah ini:
Tabel
3
Hubungan Fase Belajar dan Sembilan
Peristiwa Belajar
Proses
Belajar
|
Peristiwa
Pembelajaran
|
Perhatian
|
Memberi perhatian
|
Pengharapan
|
Menjelaskan tujuan belajar pada
siswa
|
Membangkitkan Ingatan
|
Merangsang ingatan
|
Persepsi Seleksi
|
Menyajikan materi perangsang
|
Penyimpanan dalam memori jangka panjang
|
Memberikan bimbingan belajar
|
Respon
|
Keterampilan kemampuan
|
Reinforcement
|
Member umpan balik
Menilai kemampuan
|
Retrival
|
Meningkatkan retensi dan transfer
|
Sembilan peristiwa pembelajaran ini merupakan contoh
aktifitas-aktifitas belajar yang menurut Gagne perlu diterapkan dan dapat dijadikan
menjadi model pembelajaran yang semata bertujuan untuk meningkatkan hasil
belajar siswa.
Karakteristik
Pemelajar
1)
Perbedaan
Individual
Metode mengompensasi perbedaan
individu dalam pemberian pembelajaran antara lain adalah pembelajaran kelompok
kecil, tutorial, belajar independent, dan sistem pembelajaran yang
diindividualisasikan.
2)
Kesiapan
Kesiapan
berkembang bukan berarti soal kedewasaan namun kesiapan seperti mencakup
keterampilan yang lebih rendah dalam tipe belajar.
3)
Motivasi
Motivasi berperan penting dalam
meningkatkan hasil belajar. Motivasi mempunyai hubungan yang sama pentingnya
dengan penguatan. Penguatan merupakan sumber motivasi utama siswa (teori
belajar Skinner).
Proses
kognitif dan pembelajaran
1)
Transfer
Belajar
Konsep transfer belajar adalah inti
dari model belajar komulatif Gagne. Model pembelajaran komulatif ini memberikan
kontribusi pada upaya mempelajari keterampilan urutan yang lebih tinggi. Dalam
penelitiannya Gagne menemukan bahwa dengan meningkatkan kemampuan cara belajar
siswa yang membangkitkan potensi mereka adalah masalah paling menantang dalam
dunia pendidikan.
2)
Keterampilan
“Bagaimana Cara Belajar”
Cara
yang dipakai siswa mengelola cara belajarnya, mengingat dan berpikir.
3)
Pengajaran
Pemecahan Masalah
Dalam memecahkan masalah yang harus
dicari adalah penciptaan solusi dari masalah tersebut. Yang dibutuhkan oleh
siswa adalah ingatan yang baik dan aplikasi yang telah dipelajari sebelumnya.
Dalam pembelajaran yang dibutuhkan oleh siswa adalah a) siswa telah menguasai
aturan yang diperlukan b) situasi masalah yang belum pernah ditemui pemelajar
disajikan pada mereka c) pedoman informasi yang diberikan pada siswa. pemecahan
masalah tercakup di keterampilan intelektual dimana siswa menciptakan solusi
dari hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya.
Mengembangkan
Strategi Kelas
Menurut kurikulum yang berlaku perancangan pembelajaran di
kelas adalah salah satu komponen dari proses keseluruhan. Oleh sebab itu,
proses pembelajaran sebaiknya dimulai dengan perancangan kurikulum dan
peringkat mata pelajaran.
a.
Model
Perancangan Sistem
Cici-ciri model sistem untuk
merancang pembelajaran yaitu: pembelajaran dirancang untuk tujuan dan sasaran
yang jelas, pengembangan pembelajaran menggunakan media dan teknologi
pengembangan lain, serta uji coba, revisi, dan pengujian lapangan merupakan
suatu susuanan yang harus dilewati dalam merancang sistem pembelajaran. Model
sistem yang dirancang Gagne dan Brings (1979) mencakup semua tahap pada
rancangan kurikulum dan pembelajaran. Model ini juga melibatkan pengembangan
sasaran akhir pelajaran, tujuan kinerja khusus, kegiatan pembelajaran,
pemilihan media, dan pengujian lapangan atas produk finalnya.
Kaitan antara belajar pada tingkat
pembelajaran dan pelajaran diilustrasikan dengan tujuan berikut ini:
1)
Tujuan
Pelajaran: Siswa dapat menganalisis secara kritis tujuan dan situasi dalam
sistem pengadilan, pemerintah, ekonomi, dan politik suatu negara, yang sesuai
dengan fakta negara tersebut.
2)
Tujuan
Unit: Siswa dapat menunjukkan hubungan antara sistem politik dengan ekonomi.
3)
Subketerampilan
Spesifik: Siswa dapat membedakan dan mengelompokan sistem politik dan ekonomi.
Merancang
Pelajaran
Langkah yang dilakukan untuk merancang pelajaran dalam suatu
sistem:
Langkah 1 : Menulis
atau memilih tujuan
1.1 Menentukan ketrampilan kumulatif
yang akan dipelajari di akhir pelajaran.
1.2 Menentukan keterampilan subordinat
yang terkait.
1.3 Menentukan keterampilan pendukung yang
digunakan.
1.4 Memilih kata kerja yang tepat untuk
keterampilan yang akan diajarkan
Langkah 2 : Memilih
kegiatan pembelajaran untuk masing-masing tujuan kerja
2.1
Mengidentifikasi
variasi belajar untuk masing-masing tujuan.
2.2
Mengidentifikasi
keterampilan awal dari kelompok yang diajarkan.
2.3
Memilih
kegiatan belajar untuk memenuhi kondisi belajar yang unik.
Langkah 3 : Memilih
media untuk kegiatan pembelajaran
3.1 Mengidentifikasi beberapa media yang
memenuhi syarat pembelajaran.
3.2 Mengeliminasi media yang tidak sesuai
dengan usia atau level siswa.
3.3 Memutuskan media akhir yang
digunakan berdasarkan biaya, besar kelompok, dan kemudahan implementasi.
Langkah 4 :
Mengevaluasi kemampuan siswa
4.1
Menulis
4 – 8 soal per tujuan
4.2
Mengumpulkan
soal dalam satu tes diperiksa panjang dan kesulitannya.
Tujuan utama teori Gagne adalah
merencanakan pembelajaran kelas yang efektif. Guru menulis keterampilan yang
akan dipelajari dalam bentuk tujuan kinerja dan mengidentifikasi berbagai macam
belajar. Analisis tugas digunakan untuk mengidentifikasi keterampilan prasyarat
dan kegiatan pembelajaran dipilih untuk masing-masing tujuan yang akan
diajarkan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas, maka dapat ditarik simpulan-simpulan sebagai berikut.
1)
Prinsip
belajar yang dikemukakan Robert Gagne yaitu belajar dipengaruhi oleh
pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah
lingkungan individu seseorang. Lingkungan individu meliputi lingkungan rumah,
geografis, sekolah, dan berbagai lingkungan sosial. Lingkungan itulah yang
menentukan apa yang akan dipelajari seseorang dan selanjutnya akan menentukan
akan menjadi apa ia nantinya.
2)
Prinsip
pembelajaran yang dikemukakan Robert Gagne meliputi tiga kategori yaitu Sisitematika
Delapam Tipe Belajar, Sistematika Lima Jenis Belajar, dan Empat Fase Belajar.
3)
Aplikasi
pendidikan teori Gagne dalam pembelajaran erat kaitannya dengan fase belajar
dan sembilan peristiwa pembelajaran. Gagne menemukan teorinya bukan melalui
suatu proses penemuan atau penerimaan seperti yang dilakukan oleh ahli lain,
namun menurutnya yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah kualitas,
penetapan (daya guna), dan kegunaan belajar. Tujuan utama teori Gagne adalah
merencanakan pembelajaran kelas yang efektif. Guru menulis keterampilan yang
akan dipelajari dalam bentuk tujuan kinerja dan mengidentifikasi berbagai macam
belajar. Analisis tugas digunakan untuk mengidentifikasi keterampilan prasyarat
dan kegiatan pembelajaran dipilih untuk masing-masing tujuan yang akan
diajarkan.
3.2
Saran
Dengan adanya makalah ini,
diharapkan pembaca dapat mengetahui kondisi belajar Robert Gagne yang diulas
secara luas melalui teori, prinsip, dan aplikasinya. Penulis mengharapkan saran
dan kritik agar nantinya makalah ini dapat disempurnakan lagi. Semoga makalah
ini dapat menjadi sebuah referensi untuk memecahkan masalah yang berkaitan
dengan kondisi belajar Robert Gagne.
DAFTAR PUSTAKA
Anggria Septiani. (2012). Metode
Pembelajaran Gagne. Tersedia pada. http://blog.unsri.ac.id/anggriaseptiani/metode-pembelajaran/gagne/mrdetail/
118256/ diunduh tanggal 28 Februari 2013
Anonim.
(2012). Tersedia pada. http://p4tkmatematika.org/downloads/smk/
psikologi-pembelajaran.pdf diunduh tanggal 28
Februari 2013
Gredler. (2011). Learning and Instruction (Teori dan
Aplikasi). Jakarta: fajar Interpratama Offset.
Ratna
Yudhawati dan Dany Haryanto. (2011). Teori-teori Dasar Psikologi Pendidikan. Jakarta:
Prestasi Pustaka.
BAGUS banget makalahnya..
BalasHapussaya sangat tertarik... :) :D (y)